SISTEM POLITIK MENURUT ALI ASGHAR
MAKALAH
Dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pemikiran
Islam Modern
Di Susun Oleh:
Afrizol
Safari
Siti Aisyah
Dosen Pembimbing: Imam Ghozali, M.Pd.I
Semester:
VI D
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
NURUL HIDAYAH SELATPANJANG
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Membicangkan
relasi agama dan politik adalah proses resiprokal yang satu sama lain. Kedua
entitas tersebut memiliki proses tarik menarik kepentingan. Agama memiliki
peran strategis dalam mengkonstruksi dalam memberikan kerangka nilai dan norma
dalam membangun struktur negara dan pendisplinan masyarakat. Sedangkan, negara
menggunakan agama sebagai legitimasi dogmatik untuk mengikat warga negara untuk
mematuhi negara. Adanya hubungan timbal balik itulah yang kemudian menimbulkan
hubungan dominasi-saling mendominasi antar kedua entitas tersebut.
Dalam
khazanah pemikiran Islam, ada beberapa paradigma yang cenderung “kritis” dalam
memahami sistem Islam yang sudah terbangun ini. Namun dalam tulisan ini hanya
akan diulas dua kecenderungan pemikiran Islam yang sekiranya mampu
mempresentasikan keberadaan paradigma kritis Islam ini. Pertama, model “Teologi
Pembebasan” nya Ali Ashghar Enginer. Teologi pembebasan menghadirkan corak
pemikiran kritis, di mana nuansa pembebasan sangat dominan dalam pisau
analisisnya. Oleh Karen itu, makalah ini akan membahas tentang pemikiran Ali
tentang system politik Islam.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut :
1) Biografi Ali
Asghar?
2) Bagaimanakah pemikiran Ali Asghar tentang sistem politik
Islam?
C.
Tujuan
Adapun
tujuannya sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui
biografi Ali Asghar.
2) Untuk mengetahui
bagaimana pemikiran Ali Asghar tentang sistem politik Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Ali Asghar
Asghar Ali
Engineer
(selanjutnya disebut Asghar Ali) dilahirkan dalam lingkungan keluarga ulama
ortodoks Bohro pada tanggal 10 Maret 1939 di Sulumber, Rajastan (dekat Udaipur)
India.[1]
Ayah
Asghar Ali bernama
Syeikh Qurban Husein seorang penganut kuat paham Syiah Ismailiyah. Ayahnya juga
seorang sarjana Islam terpelajar yang turut membantu pendirian pimpinan ulama
Bohro
(daudi
Bohro adalah sebuah sekte pedagang Muslim dari Gujarat). Dan ibunya
bernama Maryam.
Pada masa kecilnya,
Asghar Ali mendapat
pendidikan Bahasa Arab, Tafsir, Hadis dan Fikih dari ayahnya dan selanjutnya
mengembangkannya sendiri. Asghar Ali juga belajar semua
karya-karya penting tentang dakwah Fatimiyah melalui Sayidina Hatim, Sayidin
Qadi Nu‟man, Sayidina Muayyad Shirazi, Sayidina Hamiduddin Kirmani, Sayidina
Hatim al-Razi, Sayidina Jafar Mansur al-Yaman, dll.
Disamping pendidikan
agama, dia juga memperoleh pendidikan sekuler (umum). Dia meraih gelar insinyur
di perusahaan Municipal Bombay dan kemudian secara suka rela mengundurkan diri
dan terjun ke dalam gerakan pembaruan Bohra. Dia mulai memainkan peranan
sebagai pemimpin dalam pembaharuan dari tahun 1972 ketika revolusi
(pemberontakan) terjadi di Indiapur. Dia menulis beberapa artikel tentang
gerakan reformasi pada tujuh belas surat kabar papan atas di India seperti The
Time of India, India Express, Statesman, Telegraph, The Hindu, dan lain-lain. Ia
juga terpilih sebagai
sekretaris umum di Lembaga Komunitas Dewoodi Bohra pada konfirmasi pertamanya
di Indiapur tahun 1977. Dia mencurahkan sebagian besar waktunya untuk gerakan
reformasi dan telah menginternasionalkan
gerakan reformasi tersebut melalui tulisan-tulisan dan pidatonya.[2]
Kemudian sejak itu, Asghar Ali Engineer
terkenal. Dia juga terkenal sebagai sarjana terkemuka dalam Islam dan diundang
untuk konferensi-konferensi internasional tentang Islam oleh berbagai
pemerintahan dan Universitas. Asghar Ali Engineer telah memberikan kuliah di
beberapa Universitas di USA, Canada, Indonesia, Malaysia, Jerman, Perancis,
Thailand, Sri Langka, Pakistan, Yaman, Libanon, Switzerland, Mesir, Tokyo,
Uzbekistan, Moskow, Keningred, dan lain-lain. Dia juga memberikan kuliah pada
seluruh Universitas di India. Asghar
Ali Engineer telah menerima beberapa penghargaan atas kerjanya dalam pemahaman
antar agama. Dia secara yakin menunjukkan penghargaan yang sama terhadap
seluruh agama dan menganggap bahwa keyakinan dalam agama adalah sebagai sesuatu
yang sangat penting, sebuah kehidupan yang penuh makna.[3]
B.
Pemikiran
Ali Ashgar Tentang Sistem Politik Islam
Secara etimologi kata “politik” berasal dari bahasa
yunani, yaitu dari perkataan “polis”
yang dapat mempunyai arti kota dan Negara kota. Kata “polis” tersebut berkembang menjadi kata lain seperti “politis” yang berarti warga Negara dan
“politikus” yang berarti kewarganegaraan (civic).
Dalam bahasa Indonesia kata politik mempunyai beberapa
pengertian, yaitu: (i) ilmu/pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau
kenegaraan; (ii) segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)
mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain; dan (iii) kebijakan,
cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).[4]
Cita-cita politik sebagaimana dijanjikan Allah kepada
orang-orang yang beriman dan beramal saleh dalam alquran adalah terwujudnya
sebuah sistem politik. Cita-cita politik ini tersimpul dalam ungkapan “baldatun thayibatun warabbun ghafur”,
yang mengandung konsep negeri sejahtera dan sentosa. Cita-cita ini merupakan
ideologi Islami karena ia merupakan nilai-nilai yang diharapkan terwujud,
sehingga dengan begitu diperoleh sarana dan wahana untuk aktualisasi kodrat
manusia sebagai khalifah dalam membangun kemakmuran.
Pemikiran Ali Ashgar terkenal dengan nama teologi
pembebasan. Engineer sendiri memiliki empat
langkah dalam menjabarkan teologi pembebasannya: 1) Memulai dengan melihat kehidupan manusia di dunia
dan akhirat, 2) Anti status quo yang
melindungi golongan kaya (the haves)
daripada golongan miskin (the haves not),
baik agama maupun politik, dan 3) Teologi
pembebasan memainkan peran penting dalam membela kelompok-kelompok tertindas
dan membangun gerakan untuk melawan penindasan tersebut. 4) Teologi pembebasan tidak hanya
mengakui satu konsep metafisika tentang takdir dalam rentang sejarah umat
Islam, namun mengakui bahwa manusia bebas menentukan nasibnya sendiri.[5]
Cara pandang
Islam
tentang
masyarakat
politik
yaitu
bahwa
manusia
selaku
makhluk
Tuhan
adaIah
sama.
Setiap
manusia,
tanpa
memandang
warna kulit,
ras
dan
sukunya
memiliki hak-hak
politik.
Asghar
Ali
Engineer
menganggap
bahwa
politik
semestinya
tidak
mengizinkan
upaya-upaya
yang
hendak
memapankan
ketidakadilan
dan
kekuasaan
tiranik
yang
juga
adalah suatu kedzaliman.
Alquran
mengutuk
keras
sega1a
bentuk
kedzaliman,
seperti
dinyatakan;
"Betapa banyak kota yang dihancurkan karena penduduknya sangat dzalim"(Qs.
22:
45).[6]
Tujuan teologis tersebut mengisyaratkan adanya
pemahaman bahwa semua manusia itu sama, tidak peduli suku, bangsa, Negara,
gender, karena yang pandang berbeda di sisi Allah hanyalah kadar ketaqwaannya. Ini
berarti eksploitasi, penjajahan, penindasan antar manusia sangat ditentang
dalam Islam. Dan keadilan sosial merupakan cita-cita Islam yang harus
diwujudkan. Lebih spesifik, Islam memerintahkan umatnya untuk membebaskan
manusia dari ketertindasan, baik secara sosial, politik maupun ekonomi.[7]Esensi keadilan sosial sendiri memang merunut pada
bunyi Qur’an maupun Hadits yang menganjurkan untuk saling berbagi dan saling
berderma demi mengurangi kesenjangan sosial maupun sebagai upaya pembersihan
harta yang dinilai masih kurang bersih.
Sistem politik Islam lebih menekankan pada tiga nilai
mendasar yakni: 1) egalitarianisme; 2) keadilan sosial, dan 3) kebersamaan.
Adapun dalam penekanan egalitarianisme yakni mendasarkan pemikiran kepada
pemahaman bahwa manusia sendiri dilahirkan pada semangat dan derajat yang sama.
Artinya bahwa manusia diciptakan setara dan seimbang dan menekankan pada proses
tasamuḥ (toleransi).[8] Egalitarianisme artinya kesetaraan, persamaan derajat. Dalam hal
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai bidang yang sama
dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan pendidikan, untuk mengadakan
kontrak perkawinan dan perceraian, untuk mengatur harta miliknya keduanya bebas
memilih profesi dan gaya hidup dan setara dalam hal kebebasan.
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asghar
Ali Engineer
(selanjutnya disebut Asghar Ali) dilahirkan dalam lingkungan keluarga ulama
ortodoks Bohro pada tanggal 10 Maret 1939 di Sulumber, Rajastan (dekat Udaipur)
India. Dari kecil ali
asghar mendapat pendidikan agama dari ayahnya.
Disamping
pendidikan agama, dia juga memperoleh pendidikan sekuler (umum). Dia meraih
gelar insinyur di perusahaan Municipal Bombay. Dia mulai memainkan peranan sebagai
pemimpin dalam pembaharuan dari tahun 1972.
Dia
menulis beberapa artikel tentang gerakan reformasi pada tujuh belas surat kabar
papan atas di India. Kemudian
sejak itu Asghar Ali Engineer terkenal. Dia juga terkenal sebagai sarjana
terkemuka dalam Islam dan diundang untuk konferensi-konferensi internasional
tentang Islam oleh berbagai pemerintahan dan Universitas. Asghar Ali Engineer menganggap bahwa politik semestinya tidak mengizinkan upaya-upaya yang hendak memapankan ketidakadilan dan kekuasaan tiranik yang juga adalah suatu
kedzaliman.
B. Saran
Bagi Pembaca pada umumnya, dengan
mempelajari pengertian dan ruang lingkup studi agama seyogyanya dapat memberikan
pengetahuan bagi pembaca dan bagi Mahasiswa sebagai calon pendidik PAI sudah
seharusnya belajar dan paham berbagai pengertian dan ruang lingkup studi
agama.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Nuryanto,
2001, Islam,
Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender: Studi atas Pemikiran Asghar
AlEngineeri, Yogyakarta:UII Press.
Departemen P
dan K, 1995,Kamus Besar Indonesia, cet.
8, Jakarta: Balai Pustaka.
Hamlan, 2014,Teologi Pembebasan (Asghar Ali Engineer), Jurnal HIKMAH, Vol. VIII, No. 01.
M. Mukhtasar, 2000, Teologi Pembebasan Menurut Asghar Ali Engineer; Makna dan
Relevansinya dalam Konteks Pluralitas Agama di Asia, Jurnal Filsafaf, Seri ke-31.
Muhaemin
Latif, 2017, Teologi pembebasan dalam
Islam: Asghar Ali Engineer, cet. 1, Tangerang: Orbit Publishing.
Muhamad Mustaqim, 2015, Paradigma Islam Kritis (Studi Pemikiran Teologi Pembebasan Ali Asghar
dan Kiri Islam Hasan Hanafi), FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Vol.
3, No. 2.
Tim Penyusun Mahasiswa
Pascasarjana IAIN-SU Medan, Kompilasi
Makalah Pemikiran Modern dalam Islam, (buku tidak diterbitkan).
Wasisto Raharjo Jati, 2014, Agama dan Politik: Teologi Pembebasan Sebagai Arena Profetisasi Agama,
Jurnal Walisongo, Vol. 22, No. 1.
[1]Agus Nuryanto, 2001, Islam, Teologi Pembebasan dan
Kesetaraan Gender: Studi atas Pemikiran Asghar AlEngineeri, Yogyakarta:UII
Press, h. 7.
[2]Tim Penyusun Mahasiswa
Pascasarjana IAIN-SU Medan, Kompilasi
Makalah Pemikiran Modern dalam Islam, (buku tidak diterbitkan), h. 12.
[4]Departemen P dan K, 1995,Kamus Besar Indonesia, cet. 8, Jakarta:
Balai Pustaka, h. 694.
[5]Muhaemin Latif, 2017, Teologi pembebasan dalam Islam: Asghar Ali
Engineer, cet. 1, Tangerang: Orbit Publishing, h. 15.
[6]M. Mukhtasar, 2000, teologi pembebasan menurut asghar ali engineer; makna dan relevansinya dalam konteks pluralitas agama di asia, jurnal filsafaf, seri
ke-31, h. 262.
[7]Muhamad
Mustaqim, 2015, Paradigma Islam Kritis (Studi Pemikiran
Teologi Pembebasan Ali Asghar dan Kiri Islam Hasan Hanafi), FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan
Studi Keagamaan Vol. 3, No. 2, h. 311.
[8]Wasisto
Raharjo Jati, 2014, Agama dan Politik: Teologi
Pembebasan Sebagai Arena Profetisasi Agama, Jurnal Walisongo, Vol. 22, No.
1, h. 150.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar