SEJARAH SELATPANJANG
Kota Selatpanjang merupakan pusat
pemerintahan kabupaten Kepulauan Meranti, duhulu merupakan salah satu
bandar (kota) yang paling sibuk dan terkenal perniagaan di dalam
kesultanan Siak. Bandar ini sejak dahulu telah terbentuk masyarakat heterogen, terutama suku
Melayu dan
Tionghoa,
karena peran antar merekalah terbentuk erat dalam keharmonisan
kegiatan kultural maupun perdagangan. Semua ini tidak terlepas
ketoleransian antar persaudaraan. Faktor inilah yang kemudian
menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang barang maupun manusia
dari
China ke nusantara dan sebaliknya.
Ramai interaksi perdagangan didaerah pesisir Riau inilah menyebabkan pemerintahan
Hindia Belanda ikut ambil dalam bagian penentuan nama negeri ini. Sejarah tercatat pada masa
Sultan Siak yang ke 11 yaitu
Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Pada tahun 1880, pemerintahan di
Negeri Makmur Tebing Tinggi dikuasai oleh
J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi yang bergelar
Tuan Temenggung Marhum Buntut
(Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak). Pada masa
pemerintahannya di bandar ini terjadilah polemik dengan pihak
Pemerintahan Kolonial Belanda yaitu
Konteliur Van Huis mengenai
perubahan nama negeri ini, dalam sepihak pemerintahan kolonial Belanda
mengubah daerah ini menjadi Selatpanjang, namun tidak disetujui oleh
J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi selaku pemangku daerah.
Akhirnya berdasarkan kesepakatan bersama Negeri Makmur Tebing Tinggi
berubah menjadi
Negeri Makmur Bandar Tebing tinggi Selatpanjang. J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi mangkat pada tahun 1908.
Seiring waktu berjalan selatpanjang menjadi daerah kewedanan dibawah Kabupaten Bengkalis. Pada tanggal 9 Desember 2008, daerah selatpanjang berubah atau memekarkan diri menjadi kabupaten kepulauan meranti dengan selanpanjang sebagai ibukota.
Daerah Selatpanjang dan
sekitarnya sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Siak Sri
Indrapura yang merupakan salah satu kesultanan terbesar di Riau saat
itu.Pada masa pemerintahan Sultan Siak VII yaitu Sultan Assyaidis Syarif
Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi ( yang bertahta tahun 1784 - 1810 ),
biasa disapa Sultan Syarif Ali, memberi titah kepada Panglima Besar
Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha untuk mendirikan Negeri atau Bandar di
Pulau Tebing Tinggi. Selain tertarik pada pulau itu juga karena Sultan
Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sendiri pernah
singgah ke daerah itu, tujuan utama Sultan Syarif Ali ingin himpun
kekuatan melawan kerajaan Sambas ( Kalimantan Barat ) yang terindikasi
bersekutu dengan Belanda yang telah khianati perjanjian setia dan
mencuri mahkota Kerajaan Siak. Negeri atau Bandar ini nantinya sebagai
ujung tombak pertahanan ketiga setelah Bukit Batu dan Merbau'' untuk
menghadang penjajah dan lanun.
1376881159540703076
1376881159540703076
DAERAH,KOTA TUA KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
Maka bergeraklah armadanya dibawah pimpinan Panglima Besar Muda Tengku
Bagus Saiyid Thoha pada awal Muharram tahun 1805 Masehi diiringi
beberapa pembesar Kerajaan Siak, ratusan laskar dan hulu balang menuju
Pulau Tebing Tinggi. Mereka tiba di tebing Hutan Alai( sekarang Ibukota
Kecamatan Tebingtinggi Barat ). Panglima itu segera menghujam kerisnya
memberi salam pada Tanah Alai.Tanah Alai tak menjawab, Ia meraup tanah
sekepal, terasa panas. Ia melepasnya,“Menurut sepanjang pengetahuan den,
tanah Alai ini tidak baik dibuat sebuah negeri karena tanah Hutan Alai
adalah tanah jantan, Baru bisa berkembang menjadi sebuah negeri dalam
masa waktu yang lama,” kata sang panglima dihadapan pembesar Siak dan
anak buahnya.
Panglima bertolak menyusuri pantai pulau ini. Lalu, terlihat sebuah
tebing yang tinggi. “Inilah gerangan yang dimaksud oleh ayahanda Sultan
Syarif Ali,” pikirnya. Armada merapat ke Tebing Tanah Tinggi bertepatan
tanggal 07 April 1805 Masehi. Di usia masih 25 tahun itu, dengan
mengucap bismillah Panglima melejit ke darat yang tinggi sambil memberi
salam. “Alha-mdulillah tanah tinggi ini menjawab salam den,” katanya.
Tanah diraupnya, terasa sejuk dan nyaman. Ia tancapkan keris di atas
tanah (lokasinya sekarang kira-kira dekat komplek kantor Bea Cukai
Selatpanjang ). Sambil berkata, “Dengarkanlah oleh kamu sekalian di
tanah Hutan Tebing Tinggi inilah yang amat baik didirikan sebuah negeri.
Negeri ini nantinya akan berkembang aman dan makmur apabila pemimpin
dan penduduknya adil dan bekerja keras serta menaati hukum-hukum Allah.”
Panglima itu berdiri tegak dihadapan semua pembesar kerajaan, laskar,
hulu balang, dan bathin-bathin sekitar pulau. “Den bernama Tengku Bagus
Saiyid Thoha Panglima Besar Muda Siak Sri Indrapura. Keris den ini
bernama Petir Terbuka Tabir Alam Negeri. Yang den sosok ini den
namakanNegeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi.”itulah nama asal
muasal kota selatpanjang.
Setelah menebas hutan, membuka wilayah kekuasaan, berdirilah istana
panglima besar itu. Pada 1810 Masehi Sultan Syarif Ali mengangkat
Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha itu sebagai penguasa
pulau. Kala itu, sebelah timur negeri berbatasan dengan Sungai Suir dan
sebelah barat berbatasan dengan Sungai Perumbi,seiring perkembangan
waktu bandar ini semakin ramai dan bertumbuh sebagai salah satu bandar
perniagaan di kesultanan siak.
Ramai interaksi perdagangan didaerah pesisir Riau inilah menyebabkan
pemerintahan Hindia Belanda ikut ambil dalam bagian penentuan nama
negeri ini. Sejarah tercatat pada masa Sultan Siak yang ke 11 yaitu
Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Pada tahun
1880, pemerintahan di Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi dikuasai oleh
J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi yang bergelar Tuan Temenggung
Marhum Buntut (Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak).
Pada masa pemerintahannya di bandar ini terjadilah polemik dengan pihak
Pemerintahan Kolonial Belanda yaitu Konteliur Van Huis mengenai
perubahan nama negeri ini, dalam sepihak pemerintahan kolonial Belanda
mengubah daerah ini menjadi Selatpanjang, namun tidak disetujui oleh
J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi selaku pemangku daerah.
Akhirnya berdasarkan kesepakatan bersama pada tanggal 4 September 1899,
Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi berubah menjadi Negeri Makmur Bandar
Tebingtinggi Selatpanjang.J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi
mangkat pada tahun 1908. Seiring waktu masa diawal Pemerintahan Republik
Indonesia, kota selatpanjang dan sekitarnya ini merupakan Wilayah
Kewedanan di bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status
menjadi Kecamatan Tebingtinggi.Pada tanggal 19 Desember 2008,daerah
selatpanjang dan sekitarnya ini berubah menjadi Kabupaten Kepulauan
Meranti memekarkan diri dari Kabupaten bengkalis dengan ibukota
Selatpanjang.
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/dedihamid/sejarah-kota-tua-selat-panjang-daerah-kab-kepulauan-meranti_552fffe96ea834de038b4581