Kamis, 31 Januari 2019

Tanggung Jawab Pendidik dan Peserta Didik dan Konsep Pendidikan Ideal


A.    Pandangan Islam tentang Tanggung Jawab Pendidik dan Peserta Didik
1.    Tanggung Jawab Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, yaitu pribadi susila yang cakap, yang ada pada setiap anak didik. Tidak ada seorang guru yang mengharapkan anak didiknya menjadi seorang tokoh sampah masyarakat. Untuk itulah guru dengan penuh dedikasi dan loyalitas tinggi berusaha membimbing dan membina anak didik agar di masa mendatang dapat berguna bagi nusa dan bangsa serta agama.
Dalam Islam tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Secara umum tugas pendidik adalah mendidik. Disamping itu pendidik juga bertugas sebagai fasilitator dan motivator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis. Dari pandangan itu dipahami, bahwa tugas pendidik sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-‘amin,[1]
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqqarrub kepada Allah.  Dalam hal pendidikan Islam ini al-Ghazali mewajibkan kepada para pendidik Islam harus memiliki adab yang baik, karena anak-anak didiknya selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang harus diikutinya. Dan hal ini harus diinsafi oleh pendidik.[2] Sejalan dengan ini Abd. Al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik. Pertama, penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai- nilai agama kepada manusia.
Berangkat dari uraian diatas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebut oleh Abd. Al-Rahman al- Nahlawi adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan Syariatnya, mendidik diri supaya beramal sholeh, mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati dan tabah dal menghadapi kesusahan, beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral, seorang pendidik terhdap anak didik akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah sebagai mana hadist Rasul : Artinya:  dari Ibnu Umar r.a berkata: “Rasulullah SAW besabda: masing- masing kamu adalah pengembala dan masin- masing bertanggung jawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarganya, dan istri adalah pengembala di tengah- tengah rumah tangga suamin dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala dan masing masing bertanggung jawab atas yang di gembalanya.” (H.R Bukhari Muslim).
2.    Tanggung Jawab Peserta Didik
Setiap siswa harus menanamkan rasa tanggungjawab pada diri masing-masing.  Tanggungjawab siswa sebagai pelajar adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang sudah diberikan kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah.  Artinya setiap siswa wajib dan mutlak melaksanakan tanggungjawab tersebut tanpa terkecuali. 
Sejalan dengan prinsip bahwa menuntut ilmu pengetahuan sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka bagi murid dikehendaki hal-hal sebagai berikut: a) Memuliakan guru dan bersikap rendah hati atau tidak takabbur. 2) Merasa satu bangunan dengan murid lainnya sehingga merupakan satu bangunan yang saling menyayangi dan menolong serta berkasih sayang, 3) Menjauhkan diri dari mempelajari berbagai mazhab yang dapat menimbulkan kekacauan dam pikiran, 4) Mempelajari tidak hanya satu jenis ilmu yang bermanfaat saja, melainkan mempelajari berbagai ilmu dan berupaya sungguh-sungguh sehingga mencapai tujuan dari tiap ilmu tersebut.
Pada hakikatnya, pendidik dan peserta didik itu bersatu. Mereka dalam satu jiwa, terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi mereka tetap satu sebagai “Dwi Tunggal” yang kokoh bersatu. Posisi merekan boleh berbeda, tetapi tetap seiring setujuan, bukan seiring tetapi tidak setujuan. Kesatuan jiwa pendidik dan peserta didik tidak dapat dipisahkan oleh dimensi ruang dan waktu.
B.     Konsep Pendidikan Ideal menurut Islam
Pendidikan Islam ideal adalah  membentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT,  mampu menggunakan logikanya secara baik,  berinteraksi sosial dengan baik dan bertanggung jawab.  Dengan kata lain,  pendidikan Islam ideal adalah membina potensi spiritual,  emosional dan intelegensia secara optimal. 
Aktifitas pendidikan Islam pada dasarnya merupakan upaya dalam mewujudkan spirit Islam, yaitu suatu upaya dalam merealisasikan semangat hidup yang dijiwai oleh nilai Islami. Selanjutnya spirit tersebut digunakan sebagai pedoman hidup. Rumusan konsep pendidikan Islam sebagai berikut :
1.      Pendidikan dalam konsepsi ajaran Islam merupakan manifestasi dari tugas kekhalifahan ummat manusia di muka bumi. Manifestasi ini akan bermakna fungsional jika seluruh fenomena kehidupan yang  muncul dapat di beri batasan-batasan nilai moralitasnya, sehingga tugas kekhalifahan itu tidak justru berada di luar lingkar nilai-nilai itu. Dan konsekuensinya, mengisyaratkan kepada manusia agar dalam proses pendidikannya selalu cenderung pada ajaran-ajaran pokok dari sang Pendidik yang paling utama dan pertama, yaitu Allah sebagai rabb al-‘alamiin dan sekaligus sebagai rab an-naas.
2.      Pendidikan Islam memahami alam dan manusia sebagai totalitas ciptaan Allah, sebagai satu kesatuan, di mana manusia yang diberi otoritas relatif untuk mendayagunakan alam, tidak bisa terlepas dari sifat ar-rahman dan ar-rahim Allah yang termasuk sifat ke-rubbubiyyahan-Nya. Oleh karena itu pendidikan sebagai bagian pokok dari aktifitas pembinaan hidup manusia harus mampu mengembangkan rasa kepatuhan dan rasa syukur yang mendalam kepada Khaliq-nya. Sehingga beban tanggungjawab manusia tidak ditujukan kepada selain Allah. Inilah sebenarnya makna tauhid yang mendasari segala aspek pendidikan Islam.
3.      Atas dasar ketauhidan tersebut, pendidikan Islam  haruslah mendasarkan orientasinya pada penyucian jiwa, sehingga setiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke tingkatan ikhsan yang mendasari seluruh kerja kemanusiaannya (amal sholeh).
Dari orientasi pendidikan Islam ini, maka asas pendidikan Islam tidak lain adalah berupaya mengefektifkan aplikasi-aplikasi nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan pengetahuan secara utuh kepada manusia, masyarakat, dan dunia pada umunya.[3]Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan, Ibnu Kaldun berpendapat bahwa tujuan merupakan paling utama dan pertama dimana tujuan pendidikan harus berorientasi pada dunia dan akhirat.[4]
2.      Metode Pengajaran, menurut Ibnu Kaldun harus berjalan sesuai dengan tahapan perkembangan manusia. Metode mengajar Ibnu Kaldun lebih menekankan pentingnya bimbingan dan pembiasaan.
3.      Kurikulum Pendidikan, Ibnu Kaldun dalam menyajikan kurikulumnya sangat pragmatis.  Bagian alquran dijadikan dasar dari semua isi pelajaran bahkan sumber dari pelajaran. Ibnu Kaldun sangat menganjurkan al-quran dan hadis dijadikan sumber dari semua pelajaran terutama dari tingkat awal. Kurikulum pendidikannya terbagi dua tingkatan yakni tingkat awal dan atas.


[1]Asma Hasan Sulaiman, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, h. 165.
[2]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam,cet. 2, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h. 170.
[3]Syamsul Arifin, dkk. Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan, Yogyakarta: Si Press, 1996, h. 166.
[4]Lisnawati, Konsep Ideal Pendidikan Islam Menurut Pandangan Ibnu Kaldun dan Hubungannya dalam Konteks Pendidikan Modern, Jurnal Al-Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang Kerang, Vol.1, No. 1, 2017, 62.

metode pembelajaran fiqih


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembelajaran pada hakikatnya terkait dengan bagaimana membangun interaksi yang baik antara dua komponen yaitu guru dan anak didik. Interaksi yang baik dapat digambarkan dengan suatu keadaan di mana guru dapat membuat anak didik belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang ada dalam kurikulum sebagai kebutuhan mereka.
Salah satu bidang studi yang diajarkan di MI, MTs dan MA adalah fiqih. Fiqih secara umum merupakan salah satu bidang studi Islam yang  banyak  membahas tentang  hukum  yang  mengatur  pola  hubungan  manusia  dengan  Tuhannya, antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Melalui bidang  studi  fiqih  ini  diharapkan  siswa  tidak  lepas  dari  jangkauan  norma-norma agama dan menjalankan aturan syariat Islam. Proses  belajar-mengajar  akan  berjalan  dengan  baik  jika metode  yang digunakan  benar-benar  tepat,  karena  antara  pendidikan  dengan metode  saling berkaitan.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
1)             Apa yang dimaksud dengan metode pembelajaran fiqih?
2)             Apa sajakah metode pembelajaran fiqih di MTs?

C.    Tujuan
Adapun tujuannya sebagai berikut :
1)             Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan metode pembelajaran fiqih.
2)             Untuk mengetahui apa sajakah metode pembelajaran fiqih di MTs.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Metode Pembelajaran Fiqih
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos, yang terdiri dari dua kata, yaitu metha dan hodos. Metha berarti melewati, menempuh, melalui, dan hodos berarti cara atau jalan. Dengan demikian, metode dapat diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang ditempuh. Metode dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Fungsi metode adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau bagaimana cara melakukan atau membuat sesuatu.[1]
Pembelajaran berasal dari kata 'belajar' yang berarti proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap.[2] Pembelajaran adalah upaya menata lingkungan agar terjadinya belajar dan pebelajar (learner).[3] Atau, suatu proses belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik yang telah diprogramkan sesuai kurikulum yang berlaku untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Fiqih bila ditinjau secara harfiah artinya pintar, cerdas dan paham.[4] Menurut istilah fiqih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at islam yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqih ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan atau membahas atau memuat hukum-hukum islam yang bersumber pada Al-Qur’an, As-Sunah dan dalil-dalil syar’i yang lain.[5]
Jadi, Metode Pembelajaran Fiqih adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi atau yang berkenaan dengan pembelajaran fiqh islam kepada murid atau peserta didik dengan menggunakan berbagai cara sehingga tujuan dari sebuah pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efesien.
B.     Metode Pembelajaran Fiqih di MTs
Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guu adalah pemilihan metode yang tepat sesuai dengan kondisi, mata pelajaran dan materi yang akan disampaikan. Beberapa metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran fiqih, diantaranya:
1.      Metode Diskusi
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Metode ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru mengenai suatu pelajaran terhadap kelas.[6] Dengan kata lain, bahwa metode ceramah adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya, contohnya antara lain yaitu materi pelajaran tentang pengertian haji dan tata cara haji.
2.      Metode Ceramah dan Tanya Jawab
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan sebagai metode tradisional karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.[7]
Metode tanya jawab ialah cara penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid memberikan jawaban, atau sebaliknya murid yang mengajukan pertanyaan dan guru yang memberikan jawaban.[8]
3.      Metode  Pemberian Tugas atau Resitasi
Pemberian tugas dengan arti guru menyuruh anak didik. Misalnya membaca dengan menambahkan tugas-tugas seperti mencari dan membaca buku-buku lain sebagai perbandingan, atau disuruh mengamati orang/masyarakatnya setelah membaca buku itu. Dengan demikian pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus anak didik selesaikan tanpa terikat dengan tempat.[9]
4.      Metode Demonstrasi
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar yang mendemonstrasikan mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang didemonstrasikan. Metode demonstrasi ini barang kali lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan dalam wudhu dan sholat yang diterapkan pada siswa. Dengan metode demostrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan.
5.      Metode Cooperative Script
Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtiarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari seperti materi zakat dan shalat sunah. Dengan cara: 1) guru membagi siswa untuk berpasangan, 2) guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3) guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar, 4) pembicara membacakan ringkasannya sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap, 5) bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya dan 6) siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan.[10]
6.      Metode Make A Match (Mencari Pasangan)
Metode ini menggunakan kartu yang berisi konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, dimana satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Dimana siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya dan diberi batas waktu, setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
7.      Metode Pembelajaran Fiqih dengan Pendekatan Kontekstual
Metode dengan Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
8.      Metode Simulasi
Metode simulasi adalah perbuatan yang hanya berpura-pura saja atau seolah-olah melakukannya. Tujuan dari metode simulasi ini adalah untuk melatih keterampilan tertentu, untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip dan untuk memecahkan masalah.[11] Metode ini dapat digunakan misalnya saja ketika sedang mempelajari materi haji dan umroh. Siswa melakukan rukun-rukun yang ada ketika sedang melakukan haji dengan cara membuat miniatur ka’bah, bukit shafa marwah, dan lain sebagainya.
9.      Metode Sosio Drama
Sosio drama dimaksudkan adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial, metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Menurut Abdurrahman Shaleh metode sosio drama dan bermain peran adalah dua metode yang dikatakan bersama dan dalam penggunaannya sering digunakan silih berganti. Misalnya materi pembelajaran tentang muamalah (jual beli), pengurusan jenazah dan ziarah kubur.
10.  Metode Joyful Learning
Joyful Learning berasal dari kata joyful yang berarti menyenangkan, dan  learning yang berarti pembelajaran. Jadi, joyful learning berarti pembelajaran yang menyenangkan. Joyful learning adalah pembelajaran yang mampu menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang dijalaninya menyenangkan dan bermakna.[12]
Joyful learning adalah salah satu metode pembelajaran yang harus diterapkan oleh setiap guru. Dalam penerapan joyful learning ada pola hubungan yang baik antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Ketika diterapkan metode ini, seorang guru dapat menjadi semacam komedian, anak kecil, pendongeng, pemain game yang andal, atau menjadi apa saja yang dapat memberikan suasana segar di kelas. Penerapannya bissa berangkat dari hal-hal kecil, seperti menata ruang kelas yang menarik dan memenuhi unsur kesehatan, serta unsure keindahan ruang kelas dengan hiasan-hiasan atau lukisan yang menarik ataupun karya peserta didik itu sendiri. Selanjutnya, guru dapat melakukan permainan atau bercerita lucu yang dapat memancing tawa, menayangkan film atau animasi yang berkaitan dengan pembelajaran dan lain sebagainya.
11.  Metode Team Teaching (mengajar beregu)
Metode team teaching adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran yang dilakukan bersama oleh dua orang atau lebih kepada sekelompok siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.[13] Metode ini sangat relevan dalam pembelajaran fiqih karena untuk memudahkan dalam penyampaian materi terutama yang banyak membutuhkan praktek ibadah.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Metode Pembelajaran Fiqih adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi atau yang berkenaan dengan pembelajaran fiqh islam kepada murid atau peserta didik dengan menggunakan berbagai cara sehingga tujuan dari sebuah pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efesien.
Pada hakikatnya semua metode pembelajaran itu bagus, tetapi harus disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari, berbeda materi belajar berbeda pula metode yang di gunakan. Diantara metode-metode yang digunakan dalam pembelajaran fiqih adalah: Metode ceramah, Metode Tanya jawab, Metode diskusi, Metode demonstrasi, Metode sosio drama, Metode Cooperative Script, Metode Make A Match (Mencari Pasangan), Metode Pembelajaran Fiqih dengan Pendekatan Kontekstual, Metode Simulasi, Metode Joyful Learning dan Metode Team Teaching (mengajar beregu).
B.     Saran
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena kami mampu untuk menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah pada khususnya dan pembaca pada umumnya.








DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shidqy, T.M Hasbi, Pengantar Hukum Islam, Jakarta:  Bulan Bintang, 1996.
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: TP, 1985.
Dwiyogo, Wasis D, Pembelajaran Visioner, ed.1, cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 2016.
Gredler, Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan, Penerjemah: Munandir, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994.
Hamdayama, Jumanta, Metodologi Pembelajaran, cet.2, Jakarta: Bumi Aaksara, 2017.
Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986.
­­­­­_______­­, J.J. dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar,  Bandung: Remaja Rosdakarya,2009.
Karo-Karo, Ign. S. Ulihbukit, dkk, Suatu Pengantar ke dalam Metodologi Pengajaran, Salatiga: CV. Saudara, 1975.
Nurhasanah, Neneng, Amrullah Hayatuddin dan Yayat Rahmat Hidayat, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Amzah, 2018.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, cet. 4, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Salirawati, Das, Smart Teaching: Solusi Menjadi Guru Profesional, Jakarta: Bumi Aksara, 2018.





[1]Neneng Nurhasanah, Amrullah Hayatuddin dan Yayat Rahmat Hidayat, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Amzah, 2018, 1.
[2]Margaret E. Bell Gredler, Belajar dan Membelajarkan, Penerjemah: Munandir, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, 1.
[3]Wasis D. Dwiyogo, Pembelajaran Visioner, ed.1, cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 2016, 14.
[4]T.M Hasbi Ash-Shidqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta:  Bulan Bintang, 1996, 29.
[5]Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: TP, 1985, 60.
[6] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, cet. 4, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, 233.
[7] Jumanta Hamdayama, Metodologi Pembelajaran, cet.2, Jakarta: Bumi Aaksara, 2017, 98.
[8] Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986, 63.
[9]Jumanta Hamdayama, op.cit, 101.
[10]Ibid, 106.
[11]J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar,  Bandung: Remaja Rosdakarya,2009, 27.
[12]Das Salirawati, Smart Teaching: Solusi Menjadi Guru Profesional, Jakarta: Bumi Aksara, 2018, 94.
[13]Ign. S. Ulihbukit Karo-Karo, dkk, Suatu Pengantar ke dalam Metodologi Pengajaran, Salatiga: CV. Saudara, 1975, 85.

WIRAUSAHA : PELUANG USAHA

BAB I PENDAHULUAN A.            Latar Belakang Seseorang yang berkemauan keras dalam melakukan suatu tindakan demi memperoleh suat...