BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah agama yang diturunkan
kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu
membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah SWT sendiri
telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam Qs. Thaha/20:2,”kami tidak menurunkan al-quran ini kepadamu
agar kamu menjadi susah.” Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti
petunjuk Al-Quran ini akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan manusia akan
bahagia dan sejahtera dunia dan akhirat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang
dan mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang
sempit dan penuh penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yang penuh
dengan kemaslahatan bagi manusia ini tentunya mencakup segala aspek kehidupan
manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan manusia, kecuali
Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Seni dan budaya
adalah salah satu dari sisi penting dari kehidupan manusia dan Islam pun telah
mengatur dan memberikan batasan-batasannya.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalahnya sebagai berikut :
1) Bagaimanakah
konsep normatif agama tentang budaya dan seni ?
2) Bagaimanakah interpretasi agama tentang budaya dan
seni?
C.
Tujuan
Adapun tujuannya sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui bagaimanakah
konsep normatif agama tentang budaya dan seni.
2) Untuk
mengetahui bagaimanakah interpretasi
agama tentang budaya dan seni.
BAB II
A.
Konsep Normatif Agama Tentang
Budaya dan Seni
Normatif
dalam bahasa inggris “Norm” yang artinya
norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik
dan yang buruk, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.[1] Kata
norma dalam Bahasa Indonesia berarti ukuran untuk menentukan sesuatu. Islam
Normatif adalah Islam sebagai wahyu yang bersumber dari firman Allah SWT, Islam yang
diwahyukan pada Nabi Muhammad SAW untuk kedamaian dunia dan akhirat. Dalam hubungan ini kata norma erat
kaitannya dengan akhlaq, yaitu perbuatan yang muncul dengan mudah dari
kesadaran jiwa yang bersih dan dilakukan atas kemauan sendiri, bukan
berpura-pura dan bukan pula paksaan.[2] Jadi,
Islam normatif
adalah Islam ideal yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan didalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Dalam pandangan Islam normatif
kemurnian Islam dipandang secara tekstual berdasarkan Alqur’an dan Hadits.[3]
Secara
umum konsep Islam berangkat dua pola hubungan yaitu hubungan secara vertikal
yakni dengan Allah SWT dan hubungan dengan sesama manusia. Hubungan yang
pertama berbentuk tata agama (ibadah), sedang hubungan kedua membentuk sosial
(muamalah). Sosial membentuk masyarakat, yang jadi wadah kebudayaan.[4]
Konsep tersebut dalam penerapannya tidak terlepas dari tujuan pembentukan hukum
Islam secara umum, yaitu menjaga kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
Lebih spesifik lagi, tujuan agama ialah selamat diakhirat dan selamat ruhaniah
dunia. Sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat
Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Di sisi lain
budaya-budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan
kehadiran Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagian terus dikembangkan dengan
mendapat warna-warna Islam. Perkembangan tersebut kemudian yang menurut Mark
Woodward melahirkan yang dinamakan “akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan
Islam.
Islam
sendiri sebagai agama yang memiliki materi ajaran yang integral dan komprehensif,
disamping mengandung ajaran utama sebagai syari'ah, juga memotivasi umat Islam
untuk mengembangkan seni budaya Islam, yaitu seni budaya yang mencerminkan nilai-nilai
Islam. Seni budaya memperoleh perhatian yang serius dalam Islam karena
mempunyai peran yang sangat penting untuk membumikan ajaran utama sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia. Al-Qur'an memandang seni budaya sebagai
suatu proses, dan meletakkan seni budaya sebagai eksistensi hidup manusia. Seni
budaya merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati
dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Seni budaya Islam adalah hasil olah
akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai
tauhid.[5]
Sebagai
sebuah proses, seni budaya erat kaitannya dengan pendidikan. Karena secara
teoritis pendidikan adalah sebagian dari proses pembudayaan, namun demikian
dalam praktek kehidupan tidaklah demikian halnya. Seni budaya berkenaan
dengan keahlian untuk menghasilkan sesuatu dalam bentuk tulisan, percakapan, dan
benda bermanfaat yang indah.[6]
Atau dengan bahasa yang lebih mudah, seni budaya dalam pandangan Seyyed Hosen
Nasr diartikan sebagai keahlian mengekspresikan ide dan pemikiran estetika
dalam penciptaan benda, suasana atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah
dengan berdasar dan merujuk pada al-Qur'an dan Hadits.[7]
Meski merujuk kepada sumber pokok Islam, akan tetapi Islam sendiri tidak
menentukan bentuk dari seni Islam melainkan juga berkait erat dengan seni
budaya yang berkembang pada suatu masyarakat.
Dari
penjelasan di atas dapat diambil pemahaman bahwasanya Islam sama sekali tidak
menolak tradisi atau budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Dalam
penetapan hukum Islam dikenal salah satu cara melakukan ijtihad yang disebut urf,
yakni penetapan hukum dengan mendasarkan pada tradisi yang berkembang dalam
masyarakat. Dengan cara ini berarti tradisi dapat dijadikan dasar penetapan
hukum Islam dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang tertuang
dalam al-Quran dan hadits Nabi Saw.
B.
Interpretasi Agama Tentang Budaya
dan Seni
Interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan
teoretis terhadap sesuatu.
Allah SWT meyakinkan manusia tentang
ajaran-Nya dengan menyentuh hati mereka melalui seni yang ditampilkan Al-Qur'an,
yakni melalui kisah-kisahnya yang nyata atau simbol yang dipadu oleh imajinasi,
melalui gambaran-gambaran konkrit dari idea abstrak yang dipaparkan dalam
bahasa seni yang mencapai puncaknya. Al-Qur'an menjadikan kisah sebagai salah satu
sarana pendidikan yang sejalan dengan pandangannya tentang alam, manusia dan kehidupan.
Maka pada saat seseorang menggunakan kisah sebagai sarana pendidikan, seni dan hiburan
dengan tujuan memperhalus budi, mengingatkan tentang jati diri manusia,
menggambarkan akibat baik atau buruk dari satu pengalaman, maka pada saat itu, seni
yang ditampilkannya adalah seni yang bernafaskan Islam, walaupun dicelah-celah kisahnya
ia melukiskan kelemahan manusia dalam batas dan penampilan yang tidak
mengundang kejatuhan manusia.[8]
Baik agama maupun kebudayaan,
sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam mensikapi kehidupan agar
sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya. Misalnya, dalam menyambut anak
yang baru lahir, bila agama memberikan wawasan untuk melaksanakan aqiqah,
sementara kebudayaan yang dikemas dalam marhaban dan bacaan berjanji memberikan
wawasan dan cara pandang lain, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu
mendoakan kesolehan anak yang baru lahir agar sesuai dengan harapn ketuhanan
dan kemanusiaan. Demikian juga dalam tahlilan, baik agama maupun budaya lokal
dalam tahlilan sama-sama saling memberikan wawasan dan cara pandang dalam
menyikapi orang yang meninggal.
Islam datang untuk mengatur dan
membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan
demikian islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut
suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan
agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan
membawa madharat di dalam kehidupannya. Sehingga islam perlu meluruskan dan
membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang
beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaa.
Sebagai instrumen budaya, pendidikan
seni merupakan pranata sosial yang berisi aturan-aturan atau norma-norma untuk
melatih (membelajarkan) anak, dan berkat latihan (belajar) itu anak atau
individu anggota masyarakat dintegrasikan ke dalam kebudayaannya . Proses
pendidikan itu dapat berlangsung atau terselenggara secara formal (di sekolah),
non-formal (di masyarakat), dan informal (dalam keluarga) yang dikenal sebagai
tripusat pendidikan. Perbedaaan penyelenggaraan pendidikan itu, tentu
memunculkan sistem penyelanggaraan yang berbeda pula, meskipun substansinya
mengarah pada esensi yang sama, yaitu menjadikan individu sebagai anggota
masyarakat yang memiliki kepribadian dan kesadaran untuk bersikap dan berperilaku
sesusai dengan kebudayaan yang menyelimutinya.[9]
Seni budaya adalah fitrah, kemampuan
berseni dan berbudaya merupakan salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lain.
Jika demikian, Islam sebagai agama fitrah akan mendukung seni budaya selama penampilannya
lahir dan mendukung fitrah manusia yang suci itu, dan karena itu pula Islam
bertemu dengan seni budaya dalam jiwa manusia, sebagaimana seni budaya ditemukan
oleh jiwa manusia di dalam Islam.[10]
Memahami Islam dengan pendekatan
normatif memiliki dampak positif dan negatif. Sisi positifnya antara lain:
seseorang akan memiliki militansi beragama yang tinggi (berpegang teguh
terhadap agama yang diyakininya sebagai yang benar), membentuk karakter
pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat yang ideal menurut pesan dari
agama, dan menghasilkan orang-orang yang berkomitmen tinggi terhadap
kepercayaan. Adapun dampak negatif dari memahami Islam dengan pendekatan
normatif adalah tertanamnya sifat eksklusif (ketika seseorang meyakini sesuatu
dengan kebenaran yang mutlak dan meyakini orang lain salah, maka ia akan
menjadi pribadi yang tertutup, tidak mau menerima pendapat dan pemahaman orang
lain, dan seterusnya. Orang-orang yang memahami Islam dengan hal itu akan
“menutup” dirinya dari kebenaran yang dibawa orang lain), dogmatis (pokok
ajaran yang harus diterima sebagai hal yang baik dan benar, tidak perlu
dipertanyakan lagi, tidak boleh dibantah dan diragukan. Orang-orang yang
memahami Islam dengan hal itu cenderung menganggap ajarannya sebagai ajaran
yang tidak boleh dipertanyakan lagi kebenarannya, tidak boleh dikritisi dan
dipertanyakan lagi),
kaku dan cenderung tidak mau mengakui kebenaran orang lain.[11]
Dalam hal pendidikan, para ahli pendidikan dan antropologi sepakat bahwa
seni budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian manusia, dari seni budaya dapat
terbentuk identitas seseorang, identitas suatu masyarakat dan identitas suatu bangsa.[12]
Bahkan Ramesh Garta dari Kakatiya University mengatakan: "Bangsa yang menggusur
pendidikan seni dari kurikulum sekolahnya akan menghasilkan generasi yang berbudaya
kekerasan di masa depan karena kehilangan kepekaan untuk membedakan nuansa baik
dan indah dengan buruk dan tidak indah".
Mengacu pada tujuan pendidikan dalam
upaya pengembangan kehidupan sebagai pribadi, anak didik sekurang-kurangnya dibiasakan
berperilaku yang baik dan juga didasari untuk berkepribadian yang mantap dan mandiri.
Salah satu cara membentuk anak didik mandiri dan percaya diri adalah
memperkenalkan mereka pada seni budaya.
Kesenian dan kebudayaan penting artinya
bagi siswa terutama bagi pertumbuhan jiwa dan pikiran. Ketajaman perasaan
manusia tak terasah bila tanpa pengalaman keindahan suatu karya seni dan kearifan
serta kedalaman makna dan nilai suatu budaya. Melalui pendidikan kesenian dan kebudayaan
anak didik dapat berolah rasa. Kemampuan mengolah rasa seseorang diyakini mampu
menjadi sumber pengendalian diri juga dapat dijadikan sarana mengasah
kecerdasan spiritual anak didik.
Syekh Abdulhalim Mahmud menyatakan
bahwa bukti terkuat tentang wujud Tuhan terdapat dalam rasa manusia, bukan pada
akalnya. Hal ini bukan berarti pemikiran logis tidak mengambil peran dalam pendidikan
agama, akan tetapi persoalan keyakinan lebih banyak didominasi fungsi
rasa/afeksi. Oleh karenya, al-quran menegaskan bahwa untuk mencetak manusia paripurna
dalam hal kecerdasannya perlu mengembangkan 3 hal pokok, yaitu rasa, akal dan iman.
Proses kreatif yang dapat menghantarkan seorang muslim mencapai kualitas tertinggi
sebagai ulul albab (manusia cerdas), yaitu yang telah berhasil mengolah rasa
dengan kontemplatif, akal dengan berfikir logis dan didasarkan pada keimanan
(tunduk dan syukur).
Jadi, intinya baik agama (kehidupan
beragama) maupun kehidupan seni budaya manusia, keduanya berasal dari sumber
yang sama, yaitu merupakan potensi fitrah (pembawaan) manusia, bertumbuh dan
berkembang secara terpadu bersama-sama dalam proses kehidupan manusia secara
nyata di muka bumi, dan secara bersama pula menyusun suatu sistem budaya dan
peradaban suatu masyarakat/ bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari semua uraian yang telah dibahas
diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : Agama
(Islam) bersumberkan wahyu dan memiliki norma-norma sendiri. Karena bersifat
normatif, maka cenderung menjadi permanen. Sedangkan budaya adalah buatan
manusia. Oleh sebab itu ia berkembang sesuai dengan perkembangan Islam dan
Kebudayaan zaman dan cenderung untuk selalu berubah. Sehingga budaya Islam
adalah budaya yang berdasar pada nilai-nilai Islam yaitu al-Qur’an dan Hadis.
Memahami Islam dengan pendekatan
normatif memiliki dampak positif dan negatif. Baik agama maupun kebudayaan,
sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam mensikapi kehidupan agar
sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya. Maka
Islam normatif dapat diartikan sebagai paham bahwa ajaran Islam adalah wahyu
yang berasal dari Tuhan, wajib diyakini, diterima sebagai kebenaran mutlak yang
tidak boleh diganggu gugat.
Jadi, intinya baik agama (kehidupan beragama) maupun kehidupan seni budaya
manusia, keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu merupakan potensi fitrah (pembawaan) manusia, bertumbuh dan berkembang secara
terpadu bersama-sama dalam proses kehidupan manusia
secara nyata di muka bumi,
dan secara bersama pula
menyusun suatu sistem budaya dan peradaban suatu masyarakat/ bangsa.
B. Saran
Semoga
dengan selesainya tugas makalah ini dapat kita dapat mengambil ibrahnya, dan
dapat mengetahui tentang konsep
normatif agama tentang budaya dan seni, sehingga kita
dapat menambah wawasan lebih luas terhadap pengembangan
budaya dan seni dalam PAI.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Amin, Studi Agama Normativitas atau
Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996.
Ecnolos,
John
M dan Hasan Shadili, Kamus
Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, cet. VIII, 1980.
Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta :
PT Cipta Adi Pustaka, Jilid 14, 1989.
Gazalba,
Sidi, Masyarakat Islam; Pengantar
Sosiologi dan Sosiografi, cet. II, Jakarta: Bulan Bintang, 1989.
Hernowo, Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar
Secara Kreatif, Bandung: Mizan, 2006.
Leaman,
Oliver, Estetika Islam: Menafsirkan Seni dan
Keindahan, terj. Irfan Abubakar, lslamic
Aestbetics, Bandung: Mizan, 2005.
Nasr, Seyyed
Hossein, Spiritualitas dan Seni Islam,
terj. Sutejo, lslamic Art and
Spirituatity, Bandung: Mizan, 1993.
Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi
Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA+ TAZZAFA, 2009.
Nata, Abudin, Peta Keragaman Pemikiran Islam di
Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo, 2001.
Qutb,
Muhammad, Manhaj al-Fann at-Islami,
Beirut: Dar asy-Syuruq, 1993.
Saidah, Nur, Pendidikan
Agama Islam Dan Pengembangan Seni Budaya Islam, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, vol. V, no. 1, 2008.
Triyanto, Pendekatan Kebudayaan dalam Penelitian Pendidikan Seni, Jurnal Imajinasi, Vol. XII No 1, Semarang: Unnes, 2018.
[1] John M. Ecnolos dan Hasan Shadili, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, cet. VIII, 1980, 396.
[4] Sidi Gazalba, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, cet. II,
Jakarta: Bulan Bintang, 1989, 106.
[5]Nur Saidah, Pendidikan Agama Islam Dan
Pengembangan Seni Budaya Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. V, no. 1, 2008,
44.
[7]Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Sutejo,
lslamic Art and Spirituatity, Bandung:
Mizan, 1993, 14.
[8]Muhammad Qutb, Manhaj al-Fann at-Islami, Beirut: Dar asy-Syuruq, 1993, 9.
[9]Triyanto, Pendekatan Kebudayaan
dalam
Penelitian Pendidikan Seni, Jurnal
Imajinasi, Vol.
XII No 1, Semarang: Unnes, 2018,
70.
[10]Oliver Leaman, Estetika Islam: Menafsirkan Seni dan Keindahan, terj. Irfan
Abubakar, lslamic Aestbetics, Bandung:
Mizan, 2005, 3.
[11] Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 1996, 34.
[12]Hernowo, Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Kreatif, Bandung:
Mizan, 2006, 73.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar