BAB II
PEMBAHASAN
A. Seputar Pendidikan Multikultural
Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan dalam Zubaedi
Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman. Alasannya, multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong
terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan
termasuk perbedaan kesukubangsaan.
Pendidikan multicultural dapat
dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman cultural, hak-hak
asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan jenis prasangka atau prejudice untuk
suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multicultural juga
dapat dijadikan instrument strategis untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan
seseorang terhadap bangsanya.
Pendidikan multikultural sangat
relevan dengan pendidikan demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia,
yang menekankan pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan multikultur
yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan, kesetaraan dan masyarakat yang
demoktratis. [1]
Pendidikan
multicultural berperan untuk membentuk pandangan peserta didik mengenai
kehidupan dan meningkatkan penghargaan terhadap keberagaman. Pendidikan
multicultural juga bertujuan mengembangkan manusia Indonesia yang cerdas.
Manusia cerdas tidak hanya cerdik dan berkemampuan untuk mengasai ilmu
pengetahuan dan menyelesaikan masalah tetapi juga bermoral, demokratis dan
empati terhadap orang lain. Manusia cerdas menghargai diri sendiri dan orang lain
dari berbagai latar belakang berbeda.[2]
B.
Makna Pendidikan Multikultural
Dalam
hal ini, kita akan membahas tentang makna dan implikasi pendidikan
multicultural. pemaknaan
Pendidikan Multikultural berbeda-beda. Ada yang menekankan pada karakteristik
kelompok yang berbeda, sedangkan yang lain menekankan masalah sosial (khususnya
tentang penindasan), kekuasaan politik, dan pengalokasian sumber ekonomi. Ada
yang memfokuskan pada keragaman etnis yang berbeda, sedangkan yang lain
berfokus pada kelompok dominan di masyarakat. Makna yang lain membatasi pada
karakteristik sekolah lokal, dan yang lain memberi petunjuk tentang reformasi
semua sekolah tanpa memandang karakteristiknya.
Multikultural adalah kebudayaan.
Konsep multicultural mengacu pada suatu tatanan masyarakat yang didalamnya
terdapat berbagai unsure masyarakat dengan cirri budaya yang beragam.[3]
Multicultural tidak hanya berhenti pada keanekaragaman (kemajemukan), tetapi
pada kesederajatan antarperbedaan yang ada. Maksudnya, dalam multicultural
terkandung pengertian bahwa tidak ada system norma dan budaya yang lebih tinggi
daripada budaya lain.[4]
Makna Pendidikan
Multikultural antara lain sebagai
berikut:
1) Pendidikan
Multikultural sebagai Ide
Menurut Sizemore dalam Sutarno
Pendidikan Multikultural bermakna sebagai ide adalah suatu filsafat yang
menekankan pentingnya keragaman kelas sosial, etnis dan ras, gender, agama,
bahasa, dan usia dalam membentuk kehidupan individu, kelompok, dan bangsa.
Sebagai sebuah ide, maka Pendidikan Multikultural ini harus mengenalkan
pengetahuan tentang berbagai kelompok dan organisasi dengan mempelajari hasil
karya dan ide yang mendasari karyanya.
2) Pendidikan
Multikultural sebagai Gerakan Reformasi Pendidikan
Pendidikan Multikultural dapat dipandang sebagai
suatu gerakan reformasi yang mengubah semua komponen kegiatan pendidikan. Komponen
itu mencakup:
-
Nilai-nilai yang mendasari,
artinya nilai-nilai yang bersifat pluralisme
harus mendasari
seluruh komponen
pendidikan. Keragaman
budaya menjadi dasar dalam menentukan
filsafat yang mendasarinya.
-
Aturan prosedural, artinya aturan procedural yang
berlaku harus berpijak dan berpihak pada semua kelompok
yang beragam itu.
-
Kurikulum, Keragaman budaya
menjadi dasar dalam mengembangkan
berbagai komponen kurikulum seperti tujuan,
bahan, proses, dan evaluasi. Artinya dibutuhkan penyusunan kurikulum baru yang
didalamnya mencerminkan nilai-nilai multikultural. Kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan
kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
-
Bahan ajar, artinya materi multicultural itu harus tercermin dalam materi
pelajaran, pada semua bidang studi.
Multikultural bukan hanya diajarkan satu bidang studi melainkan lebih merupakan
materi pelajaran yang bisa disisipkan
pada semua bidang studi.
-
Struktur organisasi, artinya struktur
organisasi sekolah
itu perlu mencerminkan kondisi riil yang pluralistik. Budaya
di lingkungan unit pendidikan yang pluralistik adalah sumber belajar dan objek studi yang
harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa
-
Pola kebijakan artinya pola
kebijakan yang diambil
oleh pembuat keputusan itu merefleksikan pluralism budaya.
3) Pendidikan
Multikultural sebagai Proses
Pendidikan Multikultural merupakan
suatu proses yang terus menerus yang membutuhkan investasi waktu jangka panjang disamping aksi yang terencana dan dimonitor secara hati-hati yang bermaksud untuk semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan akademis. Selain di lembaga pendidikan, siswa dapat pula mengalami proses pembelajaran
yang diperoleh lewat perilaku yang terencana dan sistematis.
Makna
pendidikan multikultural diatas diharapkan terciptanya siswa atau masyarakat
yang bermoral, demokratis dan empati terhadap orang lain yang selalu menghargai
diri sendiri dan orang lain dari berbagai latar belakang berbeda dan diharapkan
terciptanya masyarakat yang madani nantinya yakni masyarakat yang maju,
perperadaban juga berkarakteristik seperti damai, tolong menolong, saling
bertoleransi dan berakhlak mulia.[5]
Selain itu, multikurtural dapat
bermakna sebagai penyumbang rasa cinta terhadap sesama dan sebagai alat untuk
membina Negara yang aman dan sejahtera juga sebagai pengikat dan jembatan yang
mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan.
C.
Implikasi
Pendidikan Multikultural
Berikut implikasi dalam
pendidikan multicultural:
1) Implikasinya
terhadap ide
Pengembangan Pendidikan
Multikultural adalah pemasukan bahan ajar yang berisi ide dari berbagai
kelompok budaya. Diperlukan
adanya pendidikan yang leluasa untuk mengeksplorasi perspektif dan budaya orang
lain. Dengan mengekplorasi itu akan
diperoleh inspirasi sehingga membuat anak menjadi sensitif terhadap
pluralitas cara hidup, cara yang
berbeda dalam menganalisa pengalaman dan ide, dan cara melihat berbagai temuan sejarah yang
ada di seluruh dunia.
Pendidikan memang
mengajarkan nilai-nilai
budayanya sendiri namun selain itu juga perspektif dan budaya orang lain di wilayah
lain di seluruh dunia. Hal ini dapat
membuat
siswa “melek budaya” (cultural literacy) yang mampu
melihat berbagai sudut pandang budaya
yang pernah hidup di berbagai belahan dunia.
Perlu adanya pelembagaan
dalam sistem pendidikan yang dilandasi prinsip persamaan, saling menghormati, penerimaan dan pemahaman,
dan komitmen moral demi keadilan sosial. Pendidikan Multikultural
selalu dilandasi prinsip persamaan dan
keadilan sosial. Implikasinya, kurikulum perlu direformasi sehingga benar-benar mencerminkan
penghormatan atas pluralitas budaya.
Ide dari pendidikan multikultural bisa diterapkan atau tidak
tergantung pada usaha kita bersama. Pendidikan multikultural sebaiknya
dimasukkan dalam kurikulum sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler atau menjadi
bagian dari kurikulum sekolah khususnya daerah konflik atau daerah bekas
konflik, dan semua daerah pada umumnya.
2) Implikasinya sebagai Gerakan Reformasi Pendidikan
Pendidikan Multikultural juga
dipandang sebagai suatu pendekatan belajar dan mengajar yang didasarkan pada
nilai-nilai demokratis yang mengedepankan pluralism budaya. Nilai-nilai
demokratis sejajar dengan nilai
pluralism budaya karena atas dasar kesetaraan itu
nilai-nilai budaya yang
pluralistic itu bisa tumbuh
berkembang secara wajar dan tanpa
diskriminasi.
Bennett menyatakan bahwa
Pendidikan Multikultural berkaitan
dengan komitmen untuk menggapai
kualitas pendidikan, mengembangkan kurikulum yang membangun
pemahaman tentang kelompok etnis dan memerangi
praktek penindasan. Perlu ada komitmen bersama
di antara pendidik untuk meningkatkan
kualitas pendidikan pada seluruh warga
juga perlu dikembangkan kurikulum
(baru) yang membangun pemahaman
tentang kelompok etnis dan memerangi
segala praktek penindasan.
3) Implikasinya
sebagai Proses
Bennet menyatakan
bahwa pendidikan multicultural didasarkan pada nilai dan keyakinan demokratis, dan upaya mengembangkan pluralism
budaya dalam masyarakat yang secara
cultural berbeda. Bennet melihat
Pendidikan Multikultural itu sebagai gerakan
persamaan di
dalam
pendidikan juga merupakan sebuah pendekatan yang menggunakan
sudut pandang multikultural. Kita perlu mengubah sudut pandang dari satu sudut pandang kelompok dominan menjadi
sudut pandang yang multikultural. Semua itu belum tercapai
dan masih dalam proses untuk menjadi
multikultural.
Kondisi multikultural
belum tercapai dan hal itu membutuhkan komitmen bersama kita untuk memerangi prasangka dan diskriminasi. Pendidikan Multikultural merupakan
seperangkat materi khusus yang digunakan untuk pembelajaran karna pendidikan Multikultural berarti mempelajari tentang budaya yang berbeda.
Dalam multikulturalisme menuntut
masyarakat atau warga belajar untuk hidup penuh toleransi, saling pengertian
antarbudaya dan antarbangsa dalam membina suatu Negara yang aman dan sejahtera.
Dimana masyarakat atau warga belajar saling duduk bersama, saling menghargai,
saling membantu dan tidak memandang sebelah mata terhadap warga belajar yang
lainnya. Selain itu multikulturan juga memberi peranan dan sumbangan yang besar
dalam pembelajaran dan sikap yang lebih baik.
Ada tiga dasar yang menjadi acuan
untuk pendidikan multicultural yakni sebagai berikut:
-
Pengakuan terhadap identitas budaya lain.
Terkandung didalamnya, suatu pengakuan terhadap kekuatan yang dimiliki,
sehingga akan muncul sikap jujur untuk mengakui keunggulan yang dimiliki budaya
tersebut.
-
Adat kebiasaan dan tradisi yang hidup dalam suatu
masyarakat merupakan tali pengikat kesatuan perilaku di dalam masyarakat.
-
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kelompok tertentu
di dalam pendidikan dilihat juga sebagai
sumbangan yang besar untuk siswa dalam memelihara kerukunan bersama.[6]
Secara individu, sikap positif perlu dibina dalam mewujudkan makna dan
implikasi dalam pendidikan multicultural seperti:
-
Sikap kritis, yakni sikap tidak menerima begitu
saja sesuatu sebagai kebenaran melainkan berusaha terlebih dahulu untuk
melakukan analisa untuk menemukan kemungkinan kesalahan. Seseorang yang kritis
berusaha memilah-milah sesuatu bermakna
atau tidak. Dengan adanya sikap ini diharapkan seseorang dapat mengendalikan
emosi, tidak mudah berpandangan negative terhadap orang lain dan budaya lain.
-
Toleransi, yakni sikap saling menghargai,
membiarkan dan menghormati pandangan, kepercayaan, budaya, sikap dan kebiasaan
orang lai yang berbeda dengan diri sendiri. Dengan toleransi, seseorang
menghargai perbedaan dan melihatnya sebagai sesuatu yang indah. Contoh,
seseorang teman yang beragama Kristen akan menghargai dan membiarkan temanya
yang beragama islam melakukan sholat atau berpuasa tanpa harus merasa
terganggu.
-
Empati, yakni sikap mental yang membuat seseorang merasa
dan mengidentifikasikan diri dengan perasaan atau pikiran orang lain atau
kelompok lain. Dengan sikap ini seseorang akan berpikir merasakan sesuatu dari
sudut pandang orang atau kelompok lain.[7]
Selain itu, terdapat Asas-asas
dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia, yakni :
-
Asas
wawasan Nasional/kebangsaan ( persatuan dalam perbedaan). Asas ini didasarkan
pada konsep kenasionalan/kebangsaan.
-
Asas
Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan ). Konsep ini menekankan
keragaman dalam budaya yang menyatudalam wilayah Negara kita.
-
Asas
kesederajatan. Indonesia yang menghormati asas ini. Semua budaya dipandang
sederajat, diakui dan dikembangkan dalam keseteraan.
-
Asas selaras, serasi dan seimbang. Semua
budaya dikembangkan selaras dengan perkembangan masing-masing.
Didalam islam makna
dan implikasi pendidikan Islam multikultural (PIM)
mengakui budaya lokal dan menghormati budaya global. Artinya, pendidikan Islam
multikultural mengakui adanya realitas budaya lokal sebagai sesuatu yang bisa
mewarnai pendidikan Islam, PIM mencoba mensiasati problem-problem pendidikan
atau kemanusiaan lain yang sulit untuk diselesaikan.
Contoh
kasus pelaksanaan ujian nasional (UN). Ada ketegangan antara pemerintah,
sebagai pembuat kebijakan UN dengan sebagian elemen masyarakat dalam melihat
pelaksanaan UN. Pemerintah tetap mengharuskan UN sementara elemen masyarakat
tersebut tetap menolak UN. PIM bisa mensiasati ketegangan ini dengan mengajukan
rumusan pelaksanaan UN baru, yaitu UN tetap dilaksanakan tapi tidak menjadi
salah satu penentu kelulusan.
PIM
menjadikan globalisasi bukan sebagai musuh tapi sebagai penyeimbang bagi budaya
lokal. Ini sejalan dengan konsep PIM sebagai jalan tengah. Artinya posisi, PIM
itu tidak mesti menjadi salah satu pendukung globalisasi atau budaya lokal,
tapi mengambil peran sebagai fasilitator bagi globalisasi dan budaya lokal.
PIM
mendorong pluralisme bukan semata-mata sebagai pengakuan terhadap perbedaan dan
kemajukan, namun dalam prakteknya menerima perbedaan tersebut secara legowo dan
melakukan perubahan dalam cara bertindak. PIM membuka perbedaan
seluas-luasnya dan memberikan pemahaman bagaimana seharusnya menghadapi
perbedaan tersebut.[8]
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemaknaan Pendidikan Multikultural yang berbeda-beda berimplikasi
terhadap pengembangan Pendidikan Multikultural. Pendidikan Multikultural sebagai
ide berimplikasi pada
penambahan bahan ajar. Ini merupakan
langkah awal yang dapat diterapkan
dalam pengembangan Pendidikan Multikultural
di Indonesia. Pendidikan Multikultural sebagai gerakan reformasi pendidikan berimplikasi
pada pengubahan semua komponen
kegiatan pendidikan, yang mencakup:
nilai- nilai yang mendasari, aturan
prosedural, kurikulum, bahan ajar, struktur organisasi dan pola
kebijakan. Pendidikan Multikultural sebagai proses berimplikasi pada aksi yang terencana secara terus menerus dan membutuhkan
investasi waktu jangka panjang.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini penulis
paparkan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, guna menyempurnakan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat, amien.
DAFTAR
PUSTAKA
Wiyono, Teguh. Implementasi
Pendidikan Multikultural Dalam Praksis Pendidikan di Indonesia, http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/?view=v_artikel&id=35
( Sabtu, Februari 2017, 14.00).
Damanik, Frizt. (Harian Medan
Pos, 22 Oktober 2007).
__________, 2010, Seribu Pena Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XI,
Jakarta: Erlangga.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati,
2007, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XI,
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Mahfud, Rois. 2010, Al-Islam Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Eralngga.
[1] Teguh Wiyono, Implementasi
Pendidikan Multikultural Dalam Praksis Pendidikan di Indonesia, http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/?view=v_artikel&id=35
( Sabtu, Februari 2017, 14.00).
[4] Kun Maryati dan
Juju Suryawati, 2007, Sosiologi untuk SMA
dan MA Kelas XI, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, hal. 130.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar