BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Iman adalah aspek agama Islam yang
paling mendasar, dan bisa disebut pondasi dari setiap agama. Bila sistem Iman
rusak, maka runtuhlah bangunan agama secara keseluruhan. Dalam agama Islam Iman
ini terbagi menjadi enam, yaitu: Iman kepada Allah, Iman kepada Rasulullah SAW,
Iman kepada malaikat Allah, Iman kepada kitab-kitab Allah, Iman kepada hari
akhir, dan Iman kepada qadha & qadar.
Qadha dan qadar merupakan
rukun Iman yang ke enam. Kita umat muslim harus benar-benar meyakininya,
artinya setiap manusia (muslim dan muslimah) wajib mempunyai niat dan keyakinan
sungguh-sungguh bahwa segala perbuatan makhluk, sengaja maupun tidak telah
ditetapkan oleh Allah SWT dan tidak ada campur tangan dari siapapun. Orang yang
benar-benar beriman adanya qadha dan qadar akan senantiasa menjaga agar
perilakunya baik dan berusaha menjauhi hal-hal yang buruk. Dalam makalah ini
akan diuraikan mengenai persoalan qadhadan qadar.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut :
1) Apa pengertian Iman kepada Qada’ dan
Qadar?
2) Apa
saja makna beriman kepada Qada’ dan Qadar?
3) Apa
saja hikmah beriman kepada Qada’ dan Qadar ?
C.
Tujuan
Adapun
tujuannya sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui
apa pengertian
Iman kepada Qada’ dan Qadar.
2) Untuk mengetahui
apa saja makna beriman kepada Qada’ dan Qadar.
3) Untuk mengetahui
apa saja hikmah beriman kepada Qada’ dan Qadar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Iman kepada
Qada’ dan Qadar
Qadha’
menurut bahasa ialah: hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan. Asal (makna) nya adalah: memutuskan,
menentukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya. Qadha dalam pengertian terminologi adalah sesuatu yang
ditetapkan Allah pada makhluk-Nya,
baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahannya dan merupakan
ketetapan Allah SWT yang ditentukan sejak zaman azali mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan makhluk.[1]
Qadar
menurut bahasa yaitu: masdar (asal kata)
dari qadara-yaqdaru-qadaran, Ibnu
Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan
raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka
qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu.[2] Menurut
istilah, qadar perwujudan dari qada yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Hubungan antara qada dan qadar sangat kuat, qada merupakan rencana, ketetatan
atau hukum Allah SWT yang ditetapkan sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah
pelaksanaan dari hukum atatu ketetapan Allah SWT.[3]
Dalam
Al-Qur’an kata qada berarti hukum atau keputusan, perintah, kehendak dan
mewujudkan atau menjadikan. Sedangkan kata qadar berarti kekuasaan atau
kemampuan, ketentuan atau kepastian, ukuran, mengatur dan menentukan sesuatu
menurut batas-batasnya.[4]Jadi, Iman
kepada Qada' dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa
Allah SWT telah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya.[5]Dan semua yang
terjadi pada dirinya baik yang disengaja ataupun tidak disengaja merupakan
ketetapan Allah SWT sejak zaman azali dan sudah tertulis dalam Lauhul Mahfud.
Jadi, semua yang terjadi didunia ini sudah diketahui Allah SWT
jauh sebelum hal itu terjadi.
B.
Makna Beriman kepada
Qada’ dan Qadar
Qada’ dan Qadar atau
takdir berjalan menurut hukum “sunnatullah”.
Artinya keberhasilan hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak
dengan sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah Swt.
yang disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam
al-Qur'an berjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat
bodoh,tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api merasakan panas, menanam
benih akan tumbuh dan lain-lain.
Berkaitan dengan makna
beriman kepada Qada' dan Qadar, dapat
diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah Swt sejak sebelum ia
dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti
bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar.
Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang
dengan sendirinya. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang
pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar. ” Mengapa Engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah menakdirkan saya menjadi
pencuri”. Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah
itu potonglah tangannya!” para sahabat lain bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah
Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal.
Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta
atas nama Allah”.[6]
Iman kepada qada dan qadar
adalah meyakini dengan sepenuh hati adanya qada dan qadar Allah yang berlaku
bagi semua makhluk sebagai bukti kebesaran dan kekuasaan-Nya. Allah berfirman yang artinya: “Tiada suatu bencanapun yang
menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. al-Hadid: 22).
Dalam Surah an-Nisa ayat 78
juga dijelaskan sebagai berikut: Artinya:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di
dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan,
mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa
sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”.
Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu
(orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (Q.S.
an-Nisa: 78).
Maksud dari dua ayat
tersebut adalah bahwa apapun yang terjadi di alam fana ini dan menimpa diri
kita, semua itu atas kehendak Allah SWT. Hal itu untuk menguji sampai sejauh
mana keteguahan iman kita. Sebagai seorang muslim,
kita harus meyakini semua itu sehingga apapun yang terjadi pada kita, baik
berupa kesenangan maupun kesedihan, kita kembalikan kepada Allah SWT.
C.
Hikmah Beriman kepada
Qada’ dan Qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang
amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri
untuk kehidupan akhirat. Adapun hikmah beriman
kepada Qada’ dan Qadar adalah sebagai berikut:
1. Melatih diri untuk
banyak bersyukur dan bersabar. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar
apabila mendapat keberuntungan maka ia akan bersyukur, sebaliknya apabila
terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian;
2. Memupuk sifat optimis
dan giat bekerja. Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada
dirinya. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa
optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu;
3. Menenangkan jiwa, orang
yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam
hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah
kepadanya;[7]
4. Meningkatkan
ketakwaan kepada Allah SWT;
5. Menumbuhkan
sikap dan perilaku terpuji, serta menghilangkan sikap serta perilaku tercela.
Ornag yang betul-betul beriman kepada takdir tentu memiliki sikap dan perilaku
terpuji seperti sabar, tawakal, qana’ah, dan optimis dalam hidup;[8]
6. Timbul keberanian,
melahirkan kepahlawanan dan menumbuhkan kesanggupan menghadapi berbagai
situasi. Jika di timpa musibah
tidak menyesal. Dan jika mendapat sesuatu yang menguntungkan, ia bersyukur
kepada Allah SWT.
8. Mendorong semangat dan gairah untuk bekerja dan
berusaha menggapai kebaikan-kebaikan. Dengan berusaha
dan bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuannya yang telah di
usahakan secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih
bermanfaat kepada manusia”. (H.R. At-Tabrani).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman
kepada Qada' dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa
Allah SWT telah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya. Makna iman kepada Qada’ dan Qadar yakni : nasib
manusia telah ditentukan Allah Swt sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap
manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal
diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban
untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Selain itu, kita harus meyakini dengan sepenuh
hati adanya qada dan qadar Allah yang berlaku bagi semua makhluk sebagai bukti
kebesaran dan kekuasaan-Nya serta apapun yang terjadi di
alam fana ini dan menimpa diri kita, semua itu atas kehendak Allah SWT.
Adapun hikmah beriman kepada Qada’ dan Qadar adalah
sebagai berikut: Melatih diri untuk banyak bersyukur
dan bersabar, memupuk sifat optimis dan giat bekerja,
menenangkan jiwa, meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT,
menumbuhkan sikap dan
perilaku terpuji, tidak bersifat sombong dan
tidak mudah menyerah kepada keadaan, mendorong semangat dan gairah untuk bekerja serta berusaha menggapai kebaikan-kebaikan.
B. Saran
Keimanan seseorang akan berpengaruh
terhadap perilakunya sehari-hari.Oleh karena itu,saya menyarankan agar
kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup
kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT.Juga keyakinan kita
terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah
kita.Serta Kita harus senantiasa bersabar,berikhtiar dan bertawakal dalam
menghadapi takdir Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Aqidah
Akhlak, ed. 1 Bandung: CV Pustaka Setia, 2008, 190.
Buku Siswa Pendidikan PAI dan Budi Pekerti, cet. 1, Jakarta:
Pusat
Kurikulum dan Perbukuan,
Balitbang, Kemendikbud, 2005.
Chirzin,
Muhammad. 1997. Konsep dan Hikmah Akidah Islam. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Faridl, Miftah, Pokok-Pokok Ajaran Islam, Bandung: Penerbit Pustaka, 1999.
Ibrahim, T, Darsono. Membangun Aqidah dan Akhlak, Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri, 2003.
Syamsuri, Pendidikan Agama Islam untuk SMA Kelas XII,
Jakarta: Erlangga, 2007.
Zainuddin, A dan Muhammad Jamhari, “Al-Islam 1: Aqidah
dan Ibadah, 324,” in Aqidah Akhlak,
oleh Rosihon Anwar, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
[1] A. Zainuddin
dan Muhammad Jamhari, “Al-Islam 1: Aqidah dan Ibadah, 324,” in Aqidah Akhlak, oleh Rosihon Anwar, Bandung:
CV Pustaka Setia, 2008, 189.
[2] T.Ibrahim,
Darsono. Membangun Aqidah dan Akhlak, Solo:
Tiga Serangakai Pustaka Mandiri,
2003, 28.
[5] Buku Siswa Pendidikan PAI dan Budi Pekerti, cet. 1,
Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan,
Balitbang, Kemendikbud, 2005, 23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar