BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam yang hadir di tengah kerasnya
peradaban jahiliyah, melaui Muhammad saw. Akan tetapi untuk selanjutnya
Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke seluruh penjuru jagad. Setelah
masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh masa khulafau-r-rasyidin
dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya. Dan telah berhasil membangun
peradaban dan kekuatan politik yang menandingi dinasti besar lainnya pada masa
itu, yakni Bizantium dan Persia.
Timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam
islam yang disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam
telah mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju. Karna hal itu saya akan membahas tentang pemikiran
seputar Negara Muslim dan Neo Khilafah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai
berikut :
1.
Apa saja pemikiran dalam
Negara Muslim?
2.
Apa pemikiran dari Neo
Khilafah?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui Apa saja
pemikiran dalam Negara Muslim
2.
Untuk mengetahui Apa pemikiran
dari Neo Khilafah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Negara Muslim
Menurut Moslem Abdurrahman “Islam”
adalah wahyu, sedangkan “pemikiran Islam” adalah kebenaran subjektif yang
dihasilkan dari seseorang terhadap pesan Tuhan.Sebagai kebenaran subjektif
pemikiran Islam bisa berubah-rubah sesuai dengan konteks dan perkembangan
pemahaman seseorang tersebut terhadap pesan Tuhan. Oleh sebab itu untuk memahami
tokoh pemikir Islam harus diletakkan pada kerangka Ijtihad.
Negara adalah bentuk konkrit dari
kekuatan dan kekuasaan itu. Kekuasaan itu sangat ajaib. Kita bisa berbuat apa
saja dengan kekuasaan. Namun hanya kekuasaan yang berdasarkan Islam sajalah
yang dapat dijamin akan memuaskan semua orang. Tidak adabentuk kekuasaan yang
diterapkan atas manusia kecuali, mengutip istilah Yusuf Qardhawy, “kekuasaan syariat”. Banyak yang menyebut kekuasaan
berdasarkan syariat ini sebagai “Theo-Demokrasi”
atau “Demokrasi Islam”. Namun, di
Indonesia, S.M Kartosoewirjo secara tegas menyatakan bentuk kekuasaan itu
sebagai Negara Al-Jumhuriyah
Al-Indonesiahatau suatu Al-daulatul Islamiyah atau dengan sebutan Darul
Islamyang secara nasiona dikenal dengan nama Negara Islam Indonesia.[1]
Al-Buti menyakinkan bahwa sebuah
Negara-bangsa yang kuat menjamin jalan terbaik untuk menegakkan sebuah
peradaban Islam yang sejati. Islam perlu ditanamkan dalam pemikiran dan hati
setiap muslim.[2]
Maududi
mengatakan ada tiga keyakinan atau anggapan tentang
kenegaraan menurut Islam. Pertama, Islam adalah agama paripurna,
lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk
kehidupan politik dengan arti di dalam Islam tidak perlu atau bahkan dilarang
meniru sistem Barat, cukup kembali kepada Islam dengan menunjuk kepada pola
semasa Al-Khulafa Al-Rasyidin sebagai model atau contoh sistem kenegaraan
menurut Islam. Kedua, kekuasaan tertinggi, yang dalam istilah politik
disebut kedaulatan, adalah pada Allah, dan umat manusia hanyalah pelaksana
kedaulata Allah tersebut sebagai khalifah-khalifah Allah di bumi. Ketiga,
sistem politik Islam adalah suatu sistem universal dan tidak mengenal
batas-batas dan ikatan-ikatan geografi, bahasa dan kebangsaan.[3]Menurut pendapat Maududi, ada 4
ciri negara Islam, yaitu; i) kedaulatan ada di tangan Tuhan; ii). Hukum
tertinggi dalam negara adalah syari’ah; iii). Pemerintah adalah pemegang amanah
Tuhan untuk melaksanakan kehendak-kehendak-Nya; iv). Pemerintah tidak boleh
melakukan perbuatan yang melampaui batas-batas yang telah ditetapkan.
Sedangkan Ibn Khaldun berpendapat bentuk
pemerintahan minimal ada tiga, yakni:
Pertama: Pemerintahan yang natural (siyasah thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang menyerupai pemerintahan otoriter, individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
Kedua: Pemerintahan yang berdasarkan nalar (siyasah ‘aqliyah), yaitu pemerintahan yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau kerajaan insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu. Ketiga: Pemerintahan yang berlandaskan Agama (siyasah Diniyyah), yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama.
Pertama: Pemerintahan yang natural (siyasah thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang menyerupai pemerintahan otoriter, individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
Kedua: Pemerintahan yang berdasarkan nalar (siyasah ‘aqliyah), yaitu pemerintahan yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau kerajaan insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu. Ketiga: Pemerintahan yang berlandaskan Agama (siyasah Diniyyah), yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama.
Menurut Soepomo sendiri, jika negara
Islam diciptakan di Indonesia maka sudah pasti persoalan minoritas, persoalan
kelompok-kelompok kecil agama dan yang lainnya akan muncul. Meskipun Islam
menjamin kelompok agama lain sebaik mungkin, kelompok kecil ini tidak akan
merasakan keterlibatannya dalam negara, karena cita-cita negara Islam tidak
sesuai dengan cita-cita negara kesatuan yang diharapkan bersama.
B. Pemikiran Neo Khilafah
Istilah “Khilafah” berasal dari
bahasa arab yang bermakna perwakilan atau pergantian. Dalam perspektif politik
sunni, khilafah didasarkan pada dua rukun, yaitu: konsensus elit politik (ijma‘) dan pemberian legitimasi (Bay‘ah). Menurut Harun Nasution sistem ini
menyerupai dengan sistem republik daripada sistem kerajaan, karena pemimpin
dalam hal ini dipilih bukan merupakan sistem monarkhi yang bersifat
turun-temurun.[4]
Syeikh Ali mendefinisikan khilafah
yaitu sesuatu yang wajib ditaati, sesuatu yang pasti, keimanan seseorang tidak
sempurna kecuali dengannya dan keislaman seseorang tidak kukuh kecuali
diatasnya.[5]
Sedangkan Neo menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia artinya bentuk baru atau yang diperbaharui. Jadi, Neo Khilafah
adalah kepemimpinan yang baru bagi seluruh kaum Muslim di dunia.
Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam
ke seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah. Istilah
khilafah sebenarnya bersumber dari tradisi Islam sendiri.
Sistem khilafah ini pertama kali
digunakan dalam politik Islam setelah Nabi Muhammad wafat, yaitu pada
masa khalifah Abu Bakar, dalam pidatonya Abu Bakar menyatakan dirinya sebagai
Khalifah Rasul Allah dalam artian sebagai “Pengganti Rasulullah” yang bertugas
meneruskan misi-misinya. Sedangkan menurut Bernard Lewis istilah khalifah
muncul pertama kali pada masa pra-Islam abad ke-6 Masehi dalam suatu prasasti
Islam di Arabia.
Nabi
Muhammad Saw, Nabi dalam memimpin dan memberikan rasa aman selalu mengutamakan
kepentingan publiklah yang didahulukan karena pada hakekatnya sebuah pemimpin
atau pemerintah haruslah bisa memberikan minimal dua tanggung jawab yakni
kesejahteraan dan rasa ama. selain itu secara umum setiap pemimpin muslim harus
menjalankan fungsi standard penguasa publik
dengan penuh kebajikan.
Sir Thomas Arnold dalam Kitab
al-Khilafah mengatakan, “ supaya anda faham tentang khilafah maka anda
wajib mengetahui bahwa sesungguhnya khalifah pada dasarnya adalah pejabat
politik sebelum ia menjadi pejabat keagamaan. Sesungguhnya kewajiban keagamaan
yang membebankan kepadanya tidak memberinya hak-hak keagamaan atau hak spiritual
yang menjadikannya lebih istimewa disbanding umat islam lainnya.”[6]
Satu sistem pemerintahan yang telah diterima oleh umat islam adalah
Khilafah Islamiyyah karna didorong oleh kejadian yang ada juga oleh struktur sosial
dan aturan yang sama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
dasarnya setiap negara yang didiami oleh umat Islam adalah negara yang memiliki
dimensi moral Islam, apapun negara tersebut dan apapun rakyatnya. Karena Islam
atau tidaknya seseorang pun hanya sesederhana dua kalimat syahadat yang diyakini.
Begitu juga dengan negara Islam yang ideal pada dasarnya dikembalikan pada umat
Islam itu sendiri dalam mengembangkan kreatifitas peradaban mereka, namun tetap
dalam koridor keislaman. Kesadaran sebagai seorang muslim yang baik akan terus
menjadi moral dasar bagi kesadaran sebagai warga Negara yang baik.
Sedangkan Neo Khilafah
adalah kepemimpinan yang baru bagi seluruh kaum Muslim di dunia dan ada satu sistem pemerintahan yang telah diterima oleh umat
islam adalah Khilafah Islamiyyah karna didorong oleh kejadian yang ada juga
oleh struktur sosial dan aturan yang sama.
B. Saran
Demikianlah isi dari makalah kami,
yang telah kami susun agar pembaca mudah
untuk memahaminya. Semoga makalah ini memberi motivasi
agar manusia khususnya muslim selalu mencari ilmu hingga akhir hayat amiin.
DAFTAR
PUTAKA
Amiruddin, M. Hasbi, 2000, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta: UII Press
Cooper, Jon. Dkk, 2000, Pemikiran
Islam dari Sayyid Ahmad Khan hingga Nasr Hamid Abu Zayd,Jakarta: Erlangga.
Sa’fan,Kamil, 2006,
Kontraversi Khilafah dan Negara Islam, Jakarta: Erlangga
Murti,Ambar
Susatyo, Tentang “Negara Islam “ dalam
Pemikiran, dengan
alamat : https:// tabloidmasjidnus.wordpress.com/edisi/tamara-edisi-iv-juli-2009/negara-islam dalam-pemikiran-abu al-maududi/.
[2]Jon
Cooper,dkk. 2000, Pemikiran Islam dari
Sayyid Ahmad Khan hingga Nasr Hamid Abu Zayd,Jakarta: Erlangga, 70-71.
[3]Ambar
Susatyo Murti, Tentang “Negara Islam “
dalam Pemikiran,diakses jam 12 :12, dengan alamat :https://tabloidmasjidnus.wordpress.com/edisi/tamara-edisi-iv-juli-2009/negara-islam dalam-pemikiran-abu al-maududi/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar