Senin, 28 Januari 2019

pemikiran dalam Negara Muslim dan Neo Khilafah


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam yang hadir di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melaui Muhammad saw. Akan tetapi untuk selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke seluruh penjuru jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh masa khulafau-r-rasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya. Dan telah berhasil membangun peradaban dan kekuatan politik yang menandingi dinasti besar lainnya pada masa itu, yakni Bizantium dan Persia.
Timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam islam yang disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam telah mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju. Karna hal itu saya akan membahas tentang pemikiran seputar Negara Muslim dan Neo Khilafah.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.      Apa saja pemikiran dalam Negara Muslim?
2.      Apa pemikiran dari Neo Khilafah?


C.    Tujuan
Adapun tujuan makalah ini sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui Apa saja pemikiran dalam Negara Muslim
2.      Untuk mengetahui Apa pemikiran dari Neo Khilafah.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pemikiran Negara Muslim
Menurut Moslem Abdurrahman “Islam” adalah wahyu, sedangkan “pemikiran Islam” adalah kebenaran subjektif yang dihasilkan dari seseorang terhadap pesan Tuhan.Sebagai kebenaran subjektif pemikiran Islam bisa berubah-rubah sesuai dengan konteks dan perkembangan pemahaman seseorang tersebut terhadap pesan Tuhan. Oleh sebab itu untuk memahami tokoh pemikir Islam harus diletakkan pada kerangka Ijtihad.
Negara adalah bentuk konkrit dari kekuatan dan kekuasaan itu. Kekuasaan itu sangat ajaib. Kita bisa berbuat apa saja dengan kekuasaan. Namun hanya kekuasaan yang berdasarkan Islam sajalah yang dapat dijamin akan memuaskan semua orang. Tidak adabentuk kekuasaan yang diterapkan atas manusia kecuali, mengutip istilah Yusuf Qardhawy, “kekuasaan syariat. Banyak yang menyebut kekuasaan berdasarkan syariat ini sebagai “Theo-Demokrasi” atau “Demokrasi Islam”. Namun, di Indonesia, S.M Kartosoewirjo secara tegas menyatakan bentuk kekuasaan itu sebagai Negara Al-Jumhuriyah Al-Indonesiahatau suatu Al-daulatul Islamiyah atau dengan sebutan Darul Islamyang secara nasiona dikenal dengan nama Negara Islam Indonesia.[1]
Al-Buti menyakinkan bahwa sebuah Negara-bangsa yang kuat menjamin jalan terbaik untuk menegakkan sebuah peradaban Islam yang sejati. Islam perlu ditanamkan dalam pemikiran dan hati setiap muslim.[2]
Maududi mengatakan ada tiga keyakinan atau anggapan tentang kenegaraan menurut Islam. Pertama, Islam adalah agama paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik dengan arti di dalam Islam tidak perlu atau bahkan dilarang meniru sistem Barat, cukup kembali kepada Islam dengan menunjuk kepada pola semasa Al-Khulafa Al-Rasyidin sebagai model atau contoh sistem kenegaraan menurut Islam. Kedua, kekuasaan tertinggi, yang dalam istilah politik disebut kedaulatan, adalah pada Allah, dan umat manusia hanyalah pelaksana kedaulata Allah tersebut sebagai khalifah-khalifah Allah di bumi. Ketiga, sistem politik Islam adalah suatu sistem universal dan tidak mengenal batas-batas dan ikatan-ikatan geografi, bahasa dan kebangsaan.[3]Menurut pendapat Maududi, ada 4 ciri negara Islam, yaitu; i) kedaulatan ada di tangan Tuhan; ii). Hukum tertinggi dalam negara adalah syari’ah; iii). Pemerintah adalah pemegang amanah Tuhan untuk melaksanakan kehendak-kehendak-Nya; iv). Pemerintah tidak boleh melakukan perbuatan yang melampaui batas-batas  yang telah ditetapkan.
Sedangkan Ibn Khaldun berpendapat bentuk pemerintahan  minimal ada tiga, yakni: 
Pertama
: Pemerintahan yang natural (siyasah thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang menyerupai pemerintahan otoriter, individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
Kedua
: Pemerintahan yang berdasarkan nalar (siyasah ‘aqliyah), yaitu pemerintahan yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau kerajaan insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu. Ketiga: Pemerintahan yang berlandaskan Agama (siyasah Diniyyah), yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama.
Menurut Soepomo sendiri, jika negara Islam diciptakan di Indonesia maka sudah pasti persoalan minoritas, persoalan kelompok-kelompok kecil agama dan yang lainnya akan muncul. Meskipun Islam menjamin kelompok agama lain sebaik mungkin, kelompok kecil ini tidak akan merasakan keterlibatannya dalam negara, karena cita-cita negara Islam tidak sesuai dengan cita-cita negara kesatuan yang diharapkan bersama.

B.     Pemikiran Neo Khilafah
Istilah “Khilafah” berasal dari bahasa arab yang bermakna perwakilan atau pergantian. Dalam perspektif politik sunni, khilafah didasarkan pada dua rukun, yaitu: konsensus elit politik (ijma‘) dan pemberian legitimasi (Bay‘ah). Menurut Harun Nasution sistem ini menyerupai dengan sistem republik daripada sistem kerajaan, karena pemimpin dalam hal ini dipilih bukan merupakan sistem monarkhi yang bersifat turun-temurun.[4]
Syeikh Ali mendefinisikan khilafah yaitu sesuatu yang wajib ditaati, sesuatu yang pasti, keimanan seseorang tidak sempurna kecuali dengannya dan keislaman seseorang tidak kukuh kecuali diatasnya.[5]
Sedangkan Neo menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya bentuk baru atau yang diperbaharui. Jadi, Neo Khilafah adalah kepemimpinan yang baru bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah. Istilah khilafah sebenarnya bersumber dari tradisi Islam sendiri.
Sistem khilafah ini pertama kali digunakan dalam politik Islam setelah  Nabi Muhammad wafat, yaitu pada masa khalifah Abu Bakar, dalam pidatonya Abu Bakar menyatakan dirinya sebagai Khalifah Rasul Allah dalam artian sebagai “Pengganti Rasulullah” yang bertugas meneruskan misi-misinya. Sedangkan menurut Bernard Lewis istilah khalifah muncul pertama kali pada masa pra-Islam abad ke-6 Masehi dalam suatu prasasti Islam di Arabia.
Nabi Muhammad Saw, Nabi dalam memimpin dan memberikan rasa aman selalu mengutamakan kepentingan publiklah yang didahulukan karena pada hakekatnya sebuah pemimpin atau pemerintah haruslah bisa memberikan minimal dua tanggung jawab yakni kesejahteraan dan rasa ama. selain itu secara umum setiap pemimpin muslim harus menjalankan fungsi standard penguasa publik dengan penuh kebajikan.
Sir Thomas Arnold dalam Kitab al-Khilafah mengatakan, “ supaya anda faham tentang khilafah maka anda wajib mengetahui bahwa sesungguhnya khalifah pada dasarnya adalah pejabat politik sebelum ia menjadi pejabat keagamaan. Sesungguhnya kewajiban keagamaan yang membebankan kepadanya tidak memberinya hak-hak keagamaan atau hak spiritual yang menjadikannya lebih istimewa disbanding umat islam lainnya.”[6]
Satu sistem pemerintahan yang telah diterima oleh umat islam adalah Khilafah Islamiyyah karna didorong oleh kejadian yang ada juga oleh struktur sosial dan aturan yang sama.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada dasarnya setiap negara yang didiami oleh umat Islam adalah negara yang memiliki dimensi moral Islam, apapun negara tersebut dan apapun rakyatnya. Karena Islam atau tidaknya seseorang pun hanya sesederhana dua kalimat syahadat yang diyakini. Begitu juga dengan negara Islam yang ideal pada dasarnya dikembalikan pada umat Islam itu sendiri dalam mengembangkan kreatifitas peradaban mereka, namun tetap dalam koridor keislaman. Kesadaran sebagai seorang muslim yang baik akan terus menjadi moral dasar bagi kesadaran sebagai warga Negara yang baik.
Sedangkan Neo Khilafah adalah kepemimpinan yang baru bagi seluruh kaum Muslim di dunia dan ada satu sistem pemerintahan yang telah diterima oleh umat islam adalah Khilafah Islamiyyah karna didorong oleh kejadian yang ada juga oleh struktur sosial dan aturan yang sama.

B.     Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, yang telah kami susun  agar pembaca mudah untuk memahaminya. Semoga makalah ini memberi motivasi agar manusia khususnya muslim selalu mencari ilmu hingga akhir hayat amiin.














DAFTAR PUTAKA
Amiruddin, M. Hasbi, 2000, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta: UII Press
Cooper, Jon. Dkk, 2000, Pemikiran Islam dari Sayyid Ahmad Khan hingga Nasr Hamid Abu Zayd,Jakarta: Erlangga.
Sa’fan,Kamil, 2006, Kontraversi Khilafah dan Negara Islam, Jakarta: Erlangga
Murti,Ambar Susatyo, Tentang “Negara Islam “ dalam Pemikiran, dengan alamat : https:// tabloidmasjidnus.wordpress.com/edisi/tamara-edisi-iv-juli-2009/negara-islam dalam-pemikiran-abu  al-maududi/.

















[1]M. Hasbi Amiruddin, 2000, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta: UII Press,85.
[2]Jon Cooper,dkk. 2000, Pemikiran Islam dari Sayyid Ahmad Khan hingga Nasr Hamid Abu Zayd,Jakarta: Erlangga, 70-71.
[3]Ambar Susatyo Murti, Tentang “Negara Islam “ dalam Pemikiran,diakses jam 12 :12, dengan alamat :https://tabloidmasjidnus.wordpress.com/edisi/tamara-edisi-iv-juli-2009/negara-islam dalam-pemikiran-abu  al-maududi/.

[4]Ibid.
[5] Kamil Sa’fan, 2006, Kontraversi Khilafah dan Negara Islam, Jakarta: Erlangga,85.
[6] Ibid,90.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WIRAUSAHA : PELUANG USAHA

BAB I PENDAHULUAN A.            Latar Belakang Seseorang yang berkemauan keras dalam melakukan suatu tindakan demi memperoleh suat...