Kamis, 31 Januari 2019

TEORI ANAK BERKESULITAN BELAJAR


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Proses belajar merupakan hal yang kompleks, di mana siswa sendiri yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya aktivitas atau perbuatan belajar. Dalam rangka pengembangan potensi diri, setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, namun tidak sedikit siswa mengalami banyak kesulitan.
Guru atau pembimbing berperan membantu memecahkan masalah yang pada peserta didik sebagaimana ajaran islam melarang memberikan kesulitan melainkan menunjukkan kepada hal kemudahan. Allah SWT berfirman yang artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S Al-Baqarah (2):185), maka diagnosis bertujuan untuk mengetahui dimana letak kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa serta untuk mencari pemecahannya. Oleh karena itu, guru perlu memiliki pengetahuan teoritik yang dapat digunakan sebagai bekal dalam menciptakan strategi pembelajaran yang tidak hanya efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran tetapi juga efektif untuk membangun kepribadian yang sehat untuk anak. Peran sekolah dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah juga sangat diharapkan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peranan Teori dalam Penanganan Anak Berkesulitan Belajar
Teori adalah sekumpulan bangunan pengertian atau konsep, definisi, dan dalil yang saling terkait, yang memungkinkan terbentuknya suatu gambaran yang sistematik tentang fenomena dengan menjelaskan hubungan antar berbagai variable, dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut.
Dalam mendidik anak berkesulitan belajar membutuhkan teori yang dapat digunakan sebagai landasan yang dapat diandalkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan anak. Teori digunakan untuk menjelaskan fenomena kesulitan belajar, meramalkan peristiwa yang mungkin terjadi, dan untuk mengontrol atau mengendalikan agar kesulitan belajar tidak terjadi atau bertambah parah.
Menurut Ary, Jacobs, dan Rezaviech, melalui teori ilmiah kita dapat memberikan penjelasan, peramalan, dan pengendalian tentang suatu fenomena. Dengan demikian teori ilmiah tentang pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena kesulitan belajar, meramalakan peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi jika suatu perlakuan digunakan, dan dapat digunakan untuk mengontrol atau mengendalikan agar fenomena kesulitan belajar tidak terjadi atau bertambah parah.

B.     Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis menurut Muhaibin Syah adalah identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yeng melanda siswa tersebut.[1] Selain itu diagnosis diartikan penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak.[2]
Menurut Mulyono kesulitan belajar itu adalah ketidakmampuan dalam belajar karena mengalami gangguan dalam pemahaman tentang penggunaan bahasa, membaca, menulis, dan matematika. Kesulitan belajar  juga diartikan suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.[3]
Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar adalah suatu usaha yang dilakukan untuk meneliti kasus, menemukan penyebab timbulnya masalah serta usaha untuk menemukan letak dan jenis kesulitan belajar yang dialami siswa dan menetapkan kemungkinan-kemungkinan bantuan yang akan diberikan sehingga siswa yang bersangkutan terlepas dari kesulitan yang dialaminya.
Kata kunci dari diagnosis adalah menemukan penyebab timbulnya masalah serta usaha mencari solusinya, maka tujuan diagnosis adalah menemukan penyebab timbulnya masalah serta usaha untuk menemukan letak dan jenis kesulitan belajar yang dialami siswa. Dengan demikian jelas bahwa tujuan diagnosis yaitu menemukan penyebab timbulnya masalah guna menetapkan kemungkinan-kemungkinan bantuan yang akan diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Dalam melakukan diagnostik kesulitan belajar siswa, perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : pertama, melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran. Kedua, memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar. Ketiga, mewawancarai orangtua atau wali untuk mengetahui hal-hal keluarga siswa yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar. Keempat, memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa. Kelima, memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.[4]
Diagnosis kesulitan belajar juga dapat ditempuh dalam beberapa tahapan kegiatan meliputi: 1) Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar; 2) Melokalisasikan kesulitan belajar; 3) Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar; 4) Memperkirakan alternatif bantuan; 5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya; dan 6) Tindak lanjut.[5]
Bagi anak-anak atau siswa, setelah melalui diagnosis kesulitan belajar, hasilnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan ada yang mengalami dyslexia (ketidakmampuan belajar membaca), dysgraphia (ketidakmampuan belajar menulis) dan dyscalculia (ketidakmampuan belajar matematika).[6] Untuk jenis kesulitan semacam yang dialami murid seperti ini, perlu bimbingan dan penanganan agar dapat mengatasi kesulitan yang dialami siswa.
C.    Belajar dan Hasil Belajar
Ada beberapa definisi tentang belajar yakni :
1.      Hilgard dan Bower dalam buku Teories of Learning mengemukakan: “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yangberulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).”
2.      Gagne, dalam buku The Conditions of Learning mengemukakan bahwa : “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengarui siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situais itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
3.      Morgan, dalam buku Introduction to Psychology mengemukakan : “Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
4.      Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan: “Belajar adalah sesuatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”[7]
5.      Santrock dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif bersifat permanen karena adanya pengalaman.
6.      Reber mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.[8]
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar yaitu Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, untuk dapat dikatakan belajar perubahan itu harus relatif mantap/menetap dan tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti : perubahan dalam berfikir, kecakapan kebiasaan ataupun sikap.[9]Pengertian belajar yang lebih sederhana adalah suatu usaha dalam mengubah keadaan tidak tahu menjadi tahu, keadaan tidak bisa menjadi bisa.[10]
Pokok-pokok pikiran dan pengertian yang terkandung dalam belajar menurut Arno F. Wittig dalam bukunya Theory and Problems of Psycology of Learning yakni : 1) belajar merupakan proses yang berlangsung dalam diri seseorang, 2) kegiatan belajar sekarang dipengaruhi oleh faktor pengalaman belajar masa lampau, kemampuan yang dimiliki dan tugas/bahan yang dipelajari atau metode belajar-mengajar yang dipakai, 3) proses belajar membawa hasil berupa perolehan ilmu pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan dan 4) belajar berlangsung sejak individu hadir didunia (masih berbentuk janin di rahim ibu), lahir, menjalani kehidupan hingga meninggal dunia.[11]
Pada dasarnya, belajar merupakan aktivitas manusia yang berlangsung hingga akhir kehidupannya. Menurut Douglas Brown seorang ahli bahasa, jika seseorang ingin sukses dalam belajar, prinsip utamanya adalah komitmen dan praktik. Komitmen tersebut meliputi komitmen secara fisik, mental dan emosional. Komitmen secara fisik dilakukan dengan menyediakan waktu khusus untuk belajar, terlibat secara fisik dalam mencari bahan-bahan yang harus dipelajari ataupun mencatat hal-hal penting yang ditemui dalam belajar. Komitmen secara mental dilakukan dengan memprosoes informasi yang didapat misalnya dengan mengaitkan informasi yang baru diterima dengan pengalaman kita. Sedangkan komitmen secara secara emosional dilakukan dengan usaha untuk menyukai apa yang kita pelajari.
Prinsip lainnya adalah praktik. Mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari akan memberikan manfaat optimal bagi kita. Tanpa praktik, lama-kelamaan pengetahuan dan keterampilan tersebut akan usang. Sama seperti belajar mengendarai sepeda, jika kita hanya membaca petunjuk mengendarai sepeda tanpa ada usaha untuk menjalankannya, maka pengetahuan tersebut akan sia-sia.[12]
Belajar adalah hal yang penting bagi setiap orang yang ingin selalu dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Untuk dapat selalu menyesuaikan diri dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman maka belajar harus tetap ditumbuhkan dalam diri kita, terlebih belajar merupakan perintah wajib dari Allah SWT. Didalam Al-Qur’an surah Al-Alaq, Allah SWT memerintahkan kita untuk terus belajar (Iqra’) atau bacalah! Membaca adalah ujung tombak dari belajar.[13]
Dalam setiap pembelajaran pasti adanya hasil belajar. Secara Etimologis, hasil belajar merupakan gabungan dari kata hasil dan belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan) akibat usaha”. Sedangkan Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu untuk mengubah tingkah laku.”
Menurut A.J Romiszowski hasil belajar merupakan keluaran (output) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input).[14]Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah  perbuatan atau kinerja dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. John M. Killer memandang hasil belajar sebagai keluaran suatu sistem pemerosesan berbagai masukan berupa informasi. Menurut Benjamin S. Bloom ada tiga ranah hasil belajar yaitu afektif, kognitif, psikomotorik.
Jadi, hasil belajar atau achievement adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui proses belajar.  Hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh anak. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi, kesempatan yang diberikan pada anak dan penguasaan tentang materi yang akan dipelajari.
Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut di sekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0 – 10 pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi.[15]






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Teori adalah sekumpulan bangunan pengertian atau konsep, definisi, dan dalil yang saling terkait. Teori ilmiah dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena kesulitan belajar, meramalakan dan mengontrol atau mengendalikan agar fenomena kesulitan belajar tidak terjadi atau bertambah parah.
Diagnosis kesulitan belajar adalah suatu usaha yang dilakukan untuk meneliti kasus, menemukan penyebab timbulnya masalah serta menemukan letak dan jenis kesulitan belajar. Tujuan diagnosis yaitu menemukan penyebab timbulnya masalah. Langkah-langkah diagnosis: 1) Mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar; 2) Melokalisasikan kesulitan belajar; 3) Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar; 4) Memperkirakan alternatif bantuan; 5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya; dan 6) Tindak lanjut.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku dan prinsip utamanya adalah komitmen dan praktik. Hasil belajar atau achievement adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui proses belajar.
B.     Saran
Semoga dengan selesainya tugas makalah ini dapat kita dapat mengambil ibrahnya, dan dapat mengetahui tentang tinjauan teoritik tentang anak berkesulitan belajar, sehingga kita dapat menambah wawasan lebih luas terhadap diagnosis kesulitan belajar.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Dalyono,  Psikologi Pendidikan, cet. 5, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009.
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2011.
Ismail, Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah, Jurnal Edukasi, vol 2, no 1, 2016.
Mulyaningtyas, B. Renita dan Yusuf Purnomo Hadiyanto, Bimbingan Konseling untuk SMA dan MA Kelas XI, Esis, Jakarta, 2007.
Muhaibin Syah, Psikologi Belajar, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
Purwanto, M. Ngalim, Psikilogi Pendidikan, cet. 23, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung , 2007.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, cet. 5, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009.
Sugiyanto, Psikologi Pendidikan: Belajar dan Pembelajaran,  Yogyakarta.
Trisnayadi, Tuwuh, Bimbingan Karier untuk Pelajar Muslim, Erlangga, Jakarta, 2013.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi), ed. revisi, cet. 5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.
Warkitri, dkk, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar, Universitas Terbuka, Jakarta, 1998.
Wibawa, Fajri Arif, Perspektif Teoritik Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, http://Fajriarifwibawa.Blogspot.Co.Id/2015/04/Materi-Perspektif-Teoritik-Pendidikan, Sabtu, 27 Januari 2018, 09.00.


[1] Muhaibin Syah, Psikologi Belajar, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h.184.
[2] Ismail, Jurnal Edukasi Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah, vol 2, no 1, 2016,  h. 33.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta,  2011, h. 235.
[4]  Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi), ed. revisi, cet. 5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014,  h. 166.
[5]  Warkitri, dkk, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar, Universitas Terbuka, Jakarta, 1998, h. 8.
[6] Tohirin, op.cit,  h. 167.
[7] Dalyono,  Psikologi Pendidikan, cet. 5, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009, h. 211.
[8]  Sugiyanto, Psikologi Pendidikan : Belajar dan Pembelajaran,  Yogyakarta, h. 2.
[9]  M. Ngalim Purwanto, Psikilogi Pendidikan, cet. 23, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung , 2007,  h. 85.
[10] Tuwuh Trisnayadi, Bimbingan Karier untuk Pelajar Muslim, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 56.
[11] B. Renita Mulyaningtyas dan Yusuf Purnomo Hadiyanto, Bimbingan Konseling untuk SMA dan MA Kelas XI, Esis, Jakarta, 2007, h. 2.
[12] Ibid, h. 15.                                                                                                                                        
[13] Tuwuh, op.cit, h. 57
[14] Fajri Arif Wibawa, Perspektif Teoritik Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, http://Fajriarifwibawa.Blogspot.Co.Id/2015/04/Materi-Perspektif-Teoritik-Pendidikan, Sabtu, 27 Januari 2018, 09.00.
[15]  Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ce. 5, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, h. 103.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WIRAUSAHA : PELUANG USAHA

BAB I PENDAHULUAN A.            Latar Belakang Seseorang yang berkemauan keras dalam melakukan suatu tindakan demi memperoleh suat...