BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses belajar merupakan hal yang kompleks, di mana siswa
sendiri yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya aktivitas atau perbuatan
belajar. Dalam rangka pengembangan potensi diri, setiap siswa mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan,
namun tidak sedikit siswa mengalami banyak kesulitan.
Guru atau pembimbing berperan membantu memecahkan masalah yang
pada peserta didik sebagaimana ajaran islam melarang memberikan kesulitan
melainkan menunjukkan kepada hal kemudahan. Allah SWT berfirman yang artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S Al-Baqarah (2):185),
maka diagnosis bertujuan untuk mengetahui dimana letak kesulitan belajar yang
dihadapi oleh siswa serta untuk mencari pemecahannya. Oleh karena itu, guru
perlu memiliki pengetahuan teoritik yang dapat digunakan sebagai bekal dalam
menciptakan strategi pembelajaran yang tidak hanya efektif untuk mencapai
tujuan pembelajaran tetapi juga efektif untuk membangun kepribadian yang sehat
untuk anak. Peran sekolah dalam upaya mewujudkan tujuan
pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah juga sangat diharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan Teori dalam Penanganan Anak
Berkesulitan Belajar
Teori
adalah sekumpulan bangunan pengertian atau konsep, definisi, dan dalil yang
saling terkait, yang memungkinkan terbentuknya suatu gambaran yang sistematik
tentang fenomena dengan menjelaskan hubungan antar berbagai variable, dengan
tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut.
Dalam mendidik anak berkesulitan
belajar membutuhkan teori yang dapat digunakan sebagai landasan yang dapat
diandalkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan anak. Teori digunakan
untuk menjelaskan fenomena kesulitan belajar, meramalkan peristiwa yang mungkin
terjadi, dan untuk mengontrol atau mengendalikan agar kesulitan belajar tidak
terjadi atau bertambah parah.
Menurut Ary, Jacobs, dan Rezaviech, melalui
teori ilmiah kita dapat memberikan penjelasan,
peramalan, dan pengendalian tentang suatu fenomena. Dengan demikian teori ilmiah tentang pendidikan bagi anak yang berkesulitan
belajar dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena kesulitan belajar,
meramalakan peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi jika suatu perlakuan
digunakan, dan dapat digunakan untuk mengontrol atau mengendalikan agar
fenomena kesulitan belajar tidak terjadi atau bertambah parah.
B.
Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis menurut Muhaibin Syah adalah identifikasi (upaya mengenali
gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya
kesulitan belajar yeng melanda siswa tersebut.[1] Selain
itu diagnosis diartikan penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti
latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang
tampak.[2]
Menurut Mulyono kesulitan belajar itu adalah ketidakmampuan
dalam belajar karena mengalami gangguan dalam pemahaman tentang penggunaan
bahasa, membaca, menulis, dan matematika. Kesulitan belajar juga diartikan suatu kondisi dimana anak didik
tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun
gangguan dalam belajar.[3]
Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar
adalah suatu usaha yang dilakukan untuk meneliti kasus, menemukan penyebab
timbulnya masalah serta usaha untuk menemukan letak dan jenis kesulitan belajar
yang dialami siswa dan menetapkan kemungkinan-kemungkinan bantuan yang akan
diberikan sehingga siswa yang bersangkutan terlepas dari kesulitan yang
dialaminya.
Kata kunci dari diagnosis adalah menemukan penyebab timbulnya
masalah serta usaha mencari solusinya, maka tujuan diagnosis adalah menemukan
penyebab timbulnya masalah serta usaha untuk menemukan letak dan jenis
kesulitan belajar yang dialami siswa. Dengan demikian jelas bahwa tujuan
diagnosis yaitu menemukan penyebab timbulnya masalah guna menetapkan
kemungkinan-kemungkinan bantuan yang akan diberikan kepada siswa yang mengalami
kesulitan belajar.
Dalam melakukan diagnostik kesulitan belajar siswa, perlu
ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : pertama,
melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika
mengikuti pelajaran. Kedua, memeriksa
penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan
belajar. Ketiga, mewawancarai
orangtua atau wali untuk mengetahui hal-hal keluarga siswa yang mungkin
menimbulkan kesulitan belajar. Keempat,
memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat
kesulitan belajar yang dialami siswa. Kelima,
memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar.[4]
Diagnosis kesulitan belajar juga dapat ditempuh dalam beberapa
tahapan kegiatan meliputi: 1) Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan
mengalami kesulitan belajar; 2) Melokalisasikan kesulitan belajar; 3)
Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar; 4) Memperkirakan alternatif
bantuan; 5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya; dan 6) Tindak lanjut.[5]
Bagi anak-anak atau siswa, setelah melalui diagnosis kesulitan
belajar, hasilnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan ada yang mengalami dyslexia (ketidakmampuan belajar
membaca), dysgraphia (ketidakmampuan
belajar menulis) dan dyscalculia
(ketidakmampuan belajar matematika).[6]
Untuk jenis kesulitan semacam yang dialami murid seperti ini, perlu bimbingan
dan penanganan agar dapat mengatasi kesulitan yang dialami siswa.
C.
Belajar dan Hasil Belajar
Ada beberapa definisi tentang belajar yakni :
1. Hilgard dan Bower dalam buku Teories of Learning mengemukakan:
“Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yangberulang-ulang dalam
situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau
dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).”
2. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning mengemukakan
bahwa : “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengarui siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
(performancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situais itu ke waktu
sesudah ia mengalami situasi tadi.”
3. Morgan, dalam buku Introduction to Psychology mengemukakan
: “Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
4. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan:
“Belajar adalah sesuatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”[7]
5. Santrock dan Yussen mendefinisikan
belajar sebagai perubahan yang relatif bersifat permanen karena adanya
pengalaman.
6. Reber mendefinisikan belajar dalam 2
pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua,
belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil
latihan yang diperkuat.[8]
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat
dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian
tentang belajar yaitu Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku,
perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, untuk dapat dikatakan
belajar perubahan itu harus relatif mantap/menetap dan tingkah laku yang
mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik
fisik maupun psikis, seperti : perubahan dalam berfikir, kecakapan kebiasaan
ataupun sikap.[9]Pengertian
belajar yang lebih sederhana adalah suatu usaha dalam mengubah keadaan tidak
tahu menjadi tahu, keadaan tidak bisa menjadi bisa.[10]
Pokok-pokok pikiran dan pengertian yang terkandung dalam belajar menurut
Arno F. Wittig dalam bukunya Theory and
Problems of Psycology of Learning yakni : 1) belajar merupakan proses yang
berlangsung dalam diri seseorang, 2) kegiatan belajar sekarang dipengaruhi oleh
faktor pengalaman belajar masa lampau, kemampuan yang dimiliki dan tugas/bahan
yang dipelajari atau metode belajar-mengajar yang dipakai, 3) proses belajar
membawa hasil berupa perolehan ilmu pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan
dan 4) belajar berlangsung sejak individu hadir didunia (masih berbentuk janin
di rahim ibu), lahir, menjalani kehidupan hingga meninggal dunia.[11]
Pada dasarnya, belajar merupakan aktivitas manusia yang berlangsung
hingga akhir kehidupannya. Menurut Douglas Brown seorang ahli bahasa, jika
seseorang ingin sukses dalam belajar, prinsip utamanya adalah komitmen dan
praktik. Komitmen tersebut meliputi komitmen secara fisik, mental dan emosional.
Komitmen secara fisik dilakukan dengan menyediakan waktu khusus untuk belajar,
terlibat secara fisik dalam mencari bahan-bahan yang harus dipelajari ataupun
mencatat hal-hal penting yang ditemui dalam belajar. Komitmen secara mental
dilakukan dengan memprosoes informasi yang didapat misalnya dengan mengaitkan
informasi yang baru diterima dengan pengalaman kita. Sedangkan komitmen secara
secara emosional dilakukan dengan usaha untuk menyukai apa yang kita pelajari.
Prinsip lainnya adalah praktik. Mempraktikkan pengetahuan dan
keterampilan yang baru dipelajari akan memberikan manfaat optimal bagi kita.
Tanpa praktik, lama-kelamaan pengetahuan dan keterampilan tersebut akan usang.
Sama seperti belajar mengendarai sepeda, jika kita hanya membaca petunjuk mengendarai
sepeda tanpa ada usaha untuk menjalankannya, maka pengetahuan tersebut akan
sia-sia.[12]
Belajar adalah hal yang penting bagi setiap orang yang ingin selalu dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Untuk dapat selalu menyesuaikan diri
dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman maka belajar harus tetap
ditumbuhkan dalam diri kita, terlebih belajar merupakan perintah wajib dari
Allah SWT. Didalam Al-Qur’an surah Al-Alaq, Allah SWT memerintahkan kita untuk
terus belajar (Iqra’) atau bacalah! Membaca
adalah ujung tombak dari belajar.[13]
Dalam setiap pembelajaran pasti adanya hasil belajar. Secara
Etimologis, hasil belajar merupakan gabungan dari kata hasil dan belajar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat,
dijadikan) akibat usaha”. Sedangkan Belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu untuk mengubah tingkah laku.”
Menurut A.J Romiszowski hasil belajar merupakan keluaran (output) dari suatu sistem pemrosesan
masukan (input).[14]Masukan
dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya
adalah perbuatan atau kinerja dan hasil
belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan
keterampilan. John M. Killer memandang hasil belajar sebagai keluaran suatu sistem
pemerosesan berbagai masukan berupa informasi. Menurut Benjamin S. Bloom ada
tiga ranah hasil belajar yaitu afektif, kognitif, psikomotorik.
Jadi, hasil belajar atau achievement
adalah
kemampuan yang diperoleh setelah melalui proses belajar. Hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha
yang dilakukan oleh anak. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi,
kesempatan yang diberikan pada anak dan penguasaan tentang materi yang akan
dipelajari.
Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari
perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan
berpikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah hasil belajar ini dapat
dilihat dari penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran yang ditempuhnya.
Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut
di sekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0 – 10
pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi.[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori adalah sekumpulan
bangunan pengertian atau konsep, definisi, dan dalil yang saling terkait. Teori ilmiah dapat digunakan untuk
menjelaskan fenomena kesulitan belajar, meramalakan dan mengontrol atau
mengendalikan agar fenomena kesulitan belajar tidak terjadi atau bertambah
parah.
Diagnosis kesulitan belajar adalah suatu usaha yang
dilakukan untuk meneliti kasus, menemukan penyebab timbulnya masalah serta
menemukan letak dan jenis kesulitan belajar. Tujuan diagnosis yaitu menemukan
penyebab timbulnya masalah. Langkah-langkah diagnosis: 1) Mengidentifikasi
siswa yang mengalami kesulitan belajar; 2) Melokalisasikan kesulitan belajar;
3) Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar; 4) Memperkirakan alternatif
bantuan; 5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya; dan 6) Tindak lanjut.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku dan prinsip utamanya adalah komitmen dan praktik. Hasil belajar atau achievement adalah
kemampuan yang diperoleh setelah melalui proses belajar.
B. Saran
Semoga
dengan selesainya tugas makalah ini dapat kita dapat mengambil ibrahnya, dan
dapat mengetahui tentang tinjauan
teoritik tentang anak berkesulitan belajar,
sehingga kita dapat menambah wawasan lebih luas terhadap diagnosis kesulitan belajar.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dalyono, Psikologi
Pendidikan, cet. 5, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009.
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2011.
Ismail, Diagnosis
Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah, Jurnal
Edukasi, vol 2, no
1, 2016.
Mulyaningtyas, B.
Renita dan Yusuf Purnomo Hadiyanto, Bimbingan
Konseling untuk SMA dan MA Kelas XI, Esis, Jakarta, 2007.
Muhaibin Syah, Psikologi
Belajar, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.
Purwanto, M.
Ngalim, Psikilogi Pendidikan, cet. 23,
PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung , 2007.
Sukmadinata,
Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, cet. 5, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009.
Sugiyanto, Psikologi Pendidikan: Belajar dan
Pembelajaran, Yogyakarta.
Trisnayadi,
Tuwuh, Bimbingan Karier untuk Pelajar
Muslim, Erlangga, Jakarta, 2013.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi), ed. revisi, cet. 5, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2014.
Warkitri, dkk, Penilaian
Pencapaian Hasil Belajar, Universitas Terbuka, Jakarta, 1998.
Wibawa, Fajri Arif, Perspektif
Teoritik Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, http://Fajriarifwibawa.Blogspot.Co.Id/2015/04/Materi-Perspektif-Teoritik-Pendidikan,
Sabtu, 27 Januari 2018, 09.00.
[2] Ismail, Jurnal Edukasi Diagnosis
Kesulitan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah, vol
2, no 1, 2016, h. 33.
[4] Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi),
ed. revisi, cet. 5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 166.
[9] M. Ngalim Purwanto, Psikilogi Pendidikan, cet. 23, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung
, 2007, h. 85.
[11] B. Renita Mulyaningtyas dan
Yusuf Purnomo Hadiyanto, Bimbingan
Konseling untuk SMA dan MA Kelas XI, Esis, Jakarta, 2007, h. 2.
[14] Fajri Arif Wibawa, Perspektif
Teoritik Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, http://Fajriarifwibawa.Blogspot.Co.Id/2015/04/Materi-Perspektif-Teoritik-Pendidikan,
Sabtu, 27 Januari 2018, 09.00.
[15] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ce. 5, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2009, h. 103.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar