BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kita sebagai umat beragama, Islam, tentunya mempunyai pedoman
hidup sesuai perintah Allah SWT yaitu Al-Qur’an. Al-Quran sebagai pedoman hidup
manusia di dalamnya menyimpan berbagai mutiara yang mahal harganya yang jika
dianalisis secara mendalam sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Diantara
mutiara tersebut adalah malaikat sebagi pendidik.
Proses
pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari peran pendidik dan
peserta didik itu sendiri. Berhasil atau gagalnya pendidikan diantaranya
ditentukan oleh kedua komponen tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan
pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan, berbagai
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik, motivasi belajar peserta didik,
kepribadian anak didik dan tentu saja pengetahuan awal yang dikuasai oleh
peserta didik. Agar hasil yang direncanakan tercapai semaksimal mungkin.
Disinilah pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan. Dalam Al –Qur’an telah dijelaskan bagaimana menjadi guru
yang baik dan profeional. Dengan demikian kita akan dapat bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan ajaran islam. Selain kita mendapatkan rizqi kita
juga akan mendapatkan berkah dan ridhonya dari Allah SWT. Pada bab selanjutnya
akan dibahas lebih detail tentang Malaikat sebagai
pendidik menurut Al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai
berikut :
1)
Surah apa yang berkaitan dengan malaikat
sebagai pendidik?
2)
Bagaimana penafsiran surah An-Najm?
C.
Tujuan
Adapun tujuannya sebagai berikut :
1)
Untuk
mengetahui surah apa yang
berkaitan dengan malaikat sebagai pendidik.
2)
Untuk
mengetahui bagaimana penafsiran
surah An-Najm.
BAB II
PEMBAHASAN
Nash dan Arti QS. An-Najm Ayat 5-6
عَلَّمَهُ
شَدِ يْدُ الْقُوَى (5) ذُو مِرَّةٍ فَا سْتَوَى (6)
Artinya: “Ia diajarkan kepadanya oleh yang sangat kuat, pemilik
potensi yang sangat hebat; lalu dia tampil sempurna.”
B.
Penafsiran Surah An-Najm
Surah
An-Najm merupakan surah yang seluruh ayat-ayatnya turun sebelum Nabi Muhammad
berhijrah ke Madinah. Memang,ada yang mengekecualikan ayat 32, tetapi
pengecualian ini ditolak oleh banyak ulama. Nama An-Najm (bintang) diambil dari
kata An-Najm pada ayat pertama dari surah ini. Surah ini dinilai sebagi surah
yang ke-23 dari segi perurutan turunnya surah-surah al-Qur’an. Ia turun sebelum
surah ‘Abasa dan sesudah al-Ikhlash atau at-Takwir dan jumlah ayatnya sebanyak
62 menurut perhitungan ulama Kufah dan ulama lain 61 ayat.[1]
dan dalam surah An-Najm ayat 5-6 tidak terdapat asbabun nuzul.
Allah
berfirman bahwa: Ia, yakni wahyu yang
diterimanya itu, diajarkan kepadanya,
yakni kepada Nabi Muhammad, oleh
malaikat Jibril yang sangat kuat, pemilik potensi akliah yang sangat hebat; lalu dia, yakni malaikat Jibril itu, tampil sempurna dan menampakkan diri dengan rupanya yang asli. Sedang dia, yakni malaikat Jibril berada diufuk langit yang tinggi berhadapan dengan orang yang
menengadah kepadanya.[2]
Kata
(علمه) ‘allamahul/diajarkan kepadanya bukan
berarti wahyu tersebut bersumber dari malaikat Jibril. seorang yang mengajar tidak
mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Malaikat Jibril
menerima wahyu dari Allah dengan tugas menyampaikannya secara baik dan benar
kepada Nabi Muhammad SAW.
Kata ( ةمرّ) mirrah
terambil dari kalimat (اَ مْرَرْ تُ الْحَبْلَ) yang berarti melilitkan tali guna
menguatkan sesuatu. Kata (ذو مرة) dzu mirrah digunakan
untuk menggambarkan kekuatan nalar dan tingginya kemampuan seseorang. Al-Biqa’i
memahaminya dalam arti ketegasan dan kekuatan yang luar biasa untuk
melaksanakan tugas ynag dibebankan kepadanya tanpa sedikitpun mengarah kepada
tugas selainnya disertai dengan keikhlasan penuh. Ada juga yang memahaminya dalam
arti kekuatan fisik, akal, dan nalar.
[3]
Ada
lagi ulama yang memahami ayat diatas berbicara tentang Nabi Muhammad yakni Nabi
agung itu adalah seorang tokoh yang kuat kepribadiannya serta matang pikiran
dan akalnya lagi sangat tegas dalam membela agama Allah.
Menurut
Tafsir Al-Azhar, “Yang memberinya ajaran
ialah yang sangat kuat.” (ayat 5). Bahwasanya yang mengajarkan wahyu itu
kepada beliau ialah makhluk yang sangat kuat. Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa
yang dimaksud dengan yang sangat kuat itu ialah Malaikat Jibril.[4]
“ Yang mempunyai keteguhan.” (pangkal ayat
6). Mujahid, al-Hasan dan Ibnu Zaid member arti” Yang mempunyai keteguhan.”
Ibnu Abbas member arti “ Yang mempunyai rupa elok.” Qatadah member arti: “ Yang
mempunyai bentuk badan yang tinggi bagus.” Ibnu Katsir ketika member arti
berkata: “Tidak ada perbedaan dalam arti yang dikemukakan itu karena Malaikat
Jibril itu sangat bagus dipandang mata dan mempunyai kekuatan luar biasa.
Lanjutan ayatnya ialah (فا ستو ى) fastawa, artinya “ Yang menampakkan diri yang asli.”
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Htim yang diterimanya dari Abdullah bin Mas’ud bahwasannya
Rasulullah saw. melihat rupanya yang asli itu dua kali. Kali yang pertama ialah
ketika Rasul saw. meminta kepada Jibril supaya sudi memperlihatkan diri menurut
rupanya yang asli. Permintaan itu dia kabulkan, lalu kelihatanlah dia dalam
keasliannya itu memenuhi ufuk. Kali yang kedua ialah ketika ia memperlihatkan
dalam keadaannya yang asli itu, ketika Jibril akan menemani beliau pergi Isra’
Mi’raj. Dalam pernyataan diri dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan
sayap yang sangat banyak, 600 (enam ratus) sayap.[5]
Dari
penjelasan diatas dapat diambil garis besar bahwa seorang guru harus cerdas dan
kuat dalam perkataan dan perbuatannya. Seorang pendidik berkewajiban untuk mengajarkan ilmunya
kepada peserta didik, sedangkan peserta didik berkewajiban menuntut ilmu dari
seorang pendidik. Karena peran seorang pendidik sangat besar terhadap peserta
didiknya, maka seorang peserta didik harus menghormatinya.
Penghoramatan seorang peserta didik
terhadap seorang pendidiknya telah dicontohkan oleh Nabi Musa as terhadap al-
Khidir. Di antara bentuk-bentuk penghormatan Nabi Musa as terhadap al- Khidir
adalah berbicara dengan lemah lembut, tidak banyak bicara, dan menganggap
al-Khidir lebih tahu daripada dirinya. Pendidik sangat penting sebagai penuntun
bagi peserta didiknya dan sebagai teladan bagi peserta didiknya karena tujuan
dasar dari pendidikan, yakni perubahan tingkah laku peserta didik.
Pada surat An-Najm ini ditegaskan
klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten seperti yang
tersurah dalam ayat ini adalah seperti halnya malaikat Jibril yang mana
beliau gambarkan sebagai berikut:
a. Sangat kuat, maksudnya memiliki
fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
b. Mempunyai akal yang cerdas, yakni
seorang pendidik haruslah mempunyai akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni
berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya.
c. Menampakkan dengan rupanya yang
asli, yakni seorang pendidik hendaklah bersikap wajar yang tidak
melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya
dalam bidangnya.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
semua uraian yang telah dibahas diatas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1) Seorang pendidik harus sangat kuat,
maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
2) Selain itu Mempunyai akal yang
cerdas, yakni seorang pendidik haruslah mempunyai akal yang mumpuni dalam
bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya.
3) Menampakkan dengan rupanya yang
asli, yakni seorang pendidik hendaklah bersikap wajar yang tidak
melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya
dalam bidangnya.
B. Saran
Makalah
ini dibuat supaya para pembaca banyak mengetahui Tafsir tentang Malaikat Sebagai
Pendidik. Diharapkan
makalah ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, makalah ini bisa
dijadikan panduan agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish, 2009, Tafsir
Al-Misbah, cet. 1, vol. 13, Jakarta: Lentera Hati.
Hamka, 2000, Tafsir Al Azhar, Juz XXVII-XXVIII,
Jakarta: PT. Pustaka Panjimas
Izzan,
Ahmad 2012, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat
Berdimensi Pendidikan,
Banten: PAM Press.
[1] M. Quraish Shihab, 2009, Tafsir Al-Misbah, cet. 1, vol. 13, Jakarta: Lentera Hati, Hal.
167-168.
[6] Ahmad Izzan, 2012, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, Banten: PAM Press, Hal. 203.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar