Senin, 28 Januari 2019

perkembangan bani umayyah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola dinasti atau kerajaan.  Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, menimbulkan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan. Jatuhnya Ali dan naiknya Mu’awiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang menentang dari Ali) membunuh khalifah Ali, kemudian kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah, dengan perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada ummat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan nama jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan. Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana pendirian Dinasti Umayyah?
2.      Bagaimana pola pemerintahan Dinasti Umayyah?
3.      Bagaimana kebudayaan/peradaban islam masa Dinasti Umayyah?

C.    Tujuan
Adapun tujuan materi dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bagaimana pendirian Dinasti Umayyah
2.      Untuk mengetahui bagaimana pola pemerintahan Dinasti Umayyah
3.      Untuk mengetahui bagaimana kebudayaan/peradaban islam masa Dinasti Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pendirian Dinasti Umayyah
Sejarah berdirinya Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah.  Bani Umayyah baru masuk agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah. Memasuki tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam, puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Setelah khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Iraq mengangkat al-Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah.
Pada saat kepemimpinan Hasan karna dukungan yang lemah dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan nama amul-jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu.[1]
Mu'awiyah sebagai pendiri dinasti Umayyah adalah putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy yang menjadi musuh Nabi Muhammad saw. Mu'awiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi penaklukan kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudara perempuan yang bernama Umi Habibah. Karier politik Mu'awiyah mulai meningkat pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn Abu Sufyan pada peperangan Yarmuk, Mu'awiyah diangkat menjadi kepala di sebuah kota di Syria. Karena keberhasilan kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia diangkat menjadi gubernur Syria oleh khalifah Usman. Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abu Thalib, Mu'awiyah terlibat konflik dengan khalifah Ali untuk mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur Syria. Sejak saat itu Mu'awiyah mulai berambisi untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti Umayyah. Setelah menurunkan Hasan bin Ali, Mu'awiyah menjadi penguasa seluruh imperium Islam dan menaklukan Afrika Utara merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa kekuasaannya.

B.   Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah
Untuk mengamankan tahtanya dan memperluas batas wilayah Islam, Mu’awiyah sangat mengandalkan orang-orang Suriah. Para sejarawan mengatakan bahwa orang-orang Suriah itu sangat menjunjung tinggi kesetian terhadap khalifah tersebut.
Pada 679 M, Mu’awiyah menunjuk puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya. Ketika itulah ia memperkenalkan sistem pemerintahan turun temurun yang setelah itu diikuti oleh dinasti-dinasti besar Islam, termasuk Dinasti Abbasiyah. 
Pada perkembangan berikutnya setiap khalifah mengikuti caranya, yaitu menobatkan salah seorang anak atau kerabat sukunya yang dipandang sesuai untuk menjadi penerusnya. Pemindahan kekuasaan Mu’awiyah mengakhiri bentuk demokrasi, kekhalifahan menjadi monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang di peroleh tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sikap Mu’awiyah seperti ini di pengaruhi oleh keadaan Syiria selama dia menjadi gubernur disana.[2]

C.   Kebudayaan/ Peradaban Islam Masa Dinasti Umayyah
Kemajuan utama yang terwujud pada masa Dinasti Bani Umayyah adalah terciptanya suasana yang kondusif dalam negara dan bersatunya kembali umat Islam. Hal tersebut tercapai dikarenakan Muawiyah (pada awal kepemimpinannya) mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik.
Dinasti Bani Umayyah berkuasa hampir satu abad yakni 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Dimulai dari Muawiyah bin Abu Sofyan dan ditutup oleh Marwan bin Muhammad. Dalam pemerintahannya, Bani Umayyah membawa dampak dalam perkembangannya selain ekspansi yang sangat luas juga diikuti oleh kemajuan-kemajuan di berbagai bidang, di antaranya :
1.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Pusat kegiatan ilmiah pada masa Dinasti Umayyah adalah Kota Basrah dan Kufah di Irak. Perkembangan ilmu pegetahuan itu ditandai dengan munculnya ilmuan muslim dalam berbagai bidang. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah adalah orang pertama yang menterjemahkan buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia.
Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, para da’i Islam dikirim ke berbagai negara seperti India, Turki, Asia Tengah, Afrika, Andalusia dan sebagainya dengan misi utama agar mereka masuk Islam. Waktu itu, beliau memerintahkan semua warganya untuk berbondong-bondong mempelajari hukum Islam di setiap bangunan terutama masjid dalam rangka menyebarkan ilmu pengetahuan. Kemudian ia menyuruh golongan cendikiawan muslim agar menerjemahkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab berbahasa Yunani dan Latin ke bahasa Arab , agar ilmu-ilmu tersebut dapat dicerna oleh ummat Islam. Dan di masa Umar bin Abdul Aziz inilah beliau menginstruksikan untuk mentadwinkan kitab-kitab hadits.
Adapun tokoh-tokoh ilmu pengetahuan diantaranya Abu al-Aswad al-Du’ali (perintis tata bahasa), al-Khalil bin Ahmad (penyusun Kitab al-Ayn), Hasan al-Bashri, Qays bin Mulawwah, termasyhur dengan sebutan Laila Majnun, Sibawaih seorang bahasawan yang telah mengarang buku berisi pokok-pokok kaidah bahasa arab yang berjudul Al-Kitab, Ibnu Syihab az-Zuhri, Abu Hanifah dan masih banyak lagi.
2.      Bidang Ekonomi
Dalam upaya membiayai roda pemerintahan, maka dibentuklah Baitul Mal sebagai kas perbendaharaan Negara. Semua hasil bumi dan pajak lainnya dimasukkan ke  Baitul Mal yang dikordinir oleh Diwan al-Kharaj (Dewan Sekretaris Keuangan).
 Kemudian kebijakan yang strategis pada masa dinasti Bani Umayyah adalah adanya sistem penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Abdul Malik. Dia mengubah mata uang asing Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Mata uang tersebut terbuat dari emas dan perak sebagai lambang kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada sebelumnya.
3.      Bidang Administrasi
Administrasi pemerintahan Bani Umayyah telah nampak pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus. Muawiyah dikenal dalam kepemimpinannya karena dalam dirinya terkumpul sifat seorang politikus dan administrator. Di zaman ini pertama dikenalkan materai resmi untuk mengirimkan memorandum yang berasal dari Khalifah serta pertama kali menggunakan pos untuk mengumumkan kejadian-kejadian penting dengan cepat.
Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, dia melakukan pembenahan administrasi negara dengan memerintahkan para pejabat negara menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi dalam pemerintahan.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al-Kuttab yang meliputi:
-        Katib Ar-Rasail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat.
-        Katib al-Khawarraj yaitu sekretaris yang bertugas dalam keuangan Negara.
-        Katib al-Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan tentara.
-        Katib al- Syurthahk yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
-        Katib al-Qadi yaitu sekretaris yang bertugas dalam bidang kehakiman.[3]
4.      Bidang Keamanan
Untuk mengurusi keselamatan khalifah, dibentuklah al-Hijabah atau ajudan. Semua orang yang akan menghadap khalifah harus meminta izin kepada al-Hijabah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pembunuhan terhadap khalifah.[4]
Pada masa dinasti Umayyah, pembangunan fisik juga dilakukan yakni dengan dibangun bangunan bersejarah seerti mengubah Katedral St. John di damaskus dan Katedral Hims menjadi masjid, merenovasi masjid nabawi. Bukti tersebut menunjukkan bahwa umat islam sudah mencapi tingkat peradaban yang tinggi.
5.      Bidang Militer
Dalam bidang militer lebih banyak untuk keperluan perluasan wilayah dan mempertahankan kekuasaan Dinasti Umayyah. Di zaman Muawiyah, Tanisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke Sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Ekspansi wilayah ke timur dilanjutkan oleh khalifah Abd Al-Malik, dia mengirimkan tentara dan dapat menguasai Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sid dan daerah Punjab sampai ke Maltan.[5]
Ekspansi ke barat dilanjutkan di zaman Al- Walid ibn Abdul Malik. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, Benua Eropa tahun 711 M. Pada saat itu Spayol juga dapat dikuasai.
Dizaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke prancis yang dipimpin oleh Abd Al-Ghafiqi, ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers juga Kota Tours. Namun, Al-Ghafiqi terbunuh saat menyerang kota Tours dan tentaranya kembali ke Spanyol. [6]
Dengan keberhasilan menguasai beberapa wilayah, kekuasaan islam ini betul-betul sangat luas. Meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, Sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.[7]








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Bani Umayyah yang tentunya membawa sebuah perubahan besar dalam perkembangan sejarah peradaban Islam. Hal ini setidaknya tercermin pada masa Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik ibn Marwan (685-705 M), al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M) dan Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743 M).
Pada masa Dinasti Umayyah menunjukkan pentingnya stabilitas politik Negara sebagai model untuk mengembangkan kekuasaannya. Setelah stabilitas politik tercapai, pembangunan di berbagai bidang digelakkan.
Bukti-bukti peninggalan bersejarah dari Dinasti Umayyah menunjukkan bahwa pada masa itu umat islam sudah mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Hal itu menjadi cikal bakal perkembangan ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Oleh karena itu, umat islam selayaknya berusaha keras untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga islam kembali mencapai kejayaan.

B.     Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, yang telah kami susun  agar pembaca mudah untuk memahaminya. Semoga makalah ini memberi motivasi agar manusia khususnya muslim selalu mencari ilmu hingga akhir hayat amiin.








DAFTAR PUSTAKA

T. Ibrahim, Darsino, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 1.
Badri Yatim, 2006. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
https://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2015/11/dinasti-bani-umayyah.html






[1] Darsono.T.Ibrahim, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 1,.Hlm. 66
[2] Ibid. Hlm. 65
[3] Ibid. Hlm.68
[4] Ibid. Hlm.68
[5] Badri Yatim, op.cit. Hlm. 43
[6]  Badri Yatim, 2006. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 43-44
[7] Badri Yatim, op.cit. Hlm. 44

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WIRAUSAHA : PELUANG USAHA

BAB I PENDAHULUAN A.            Latar Belakang Seseorang yang berkemauan keras dalam melakukan suatu tindakan demi memperoleh suat...